Pagi ini menjadi sedikit berbeda dari pagi biasanya. Kedatangan seorang pria paruh baya itu mampu mengusir kantuk Farah yang baru saja bangun tidur. Memasang tampang kesal dibangunkan, Farah melengos saat yang mendatanginya adalah Papanya.
"Baru bangun ya Fa?"
Perlu banget ya nanya hal yang sudah terlalu jelas? Farah menggerutu kesal kesekian kalinya.
Bagaimana tidak, belek di mata, menguap setiap beberapa menit sekali, dan yang paling jelas rambut yang masih acak-acakkan tentunya. Padahal Farah sudah diteriaki oleh Tante Kiara agar sedikit bersiap-siap, gadis itu bahkan tak cukup peka mendengarkan apa maksud Tantenya karena rasa kantuk yang dipaksa menghilang.
"Apa bentuk seperti ini masih perlu ditanyakan ya?" Farah menjawab sarkas, sembari berpangku dagu.
"Maaf kalau Papa mengganggu tidur kamu. Papa pikir kamu udah bangun jam 10 begini," ujar Om Sakta pelan. Beliau memperhatikan lekat putrinya yang sudah lama hilang itu.
"Ada perlu apa sih? To the point aja," balas Farah gondok. Ia sudah kesal dibangunkan pagi begini, ya meski nggak pagi-pagi amat tapi kan tetap pagi. Ditambah meladeni sikap Papanya yang malah mengajaknya basa basi.
"Kamu mau nggak Fa nanti malam kita ke taman hiburan? Papa ingin menghabiskan waktu dengan kamu." Akhirnya tujuan itu terucap juga, Farah terdiam seketika.
Jika menurut keinginan hati, ia sangat ingin pergi ke sana. Tapi memang dasar, hati tak sinkron dengan tindakan. Farah langsung berdecih pelan.
"Cihh, aku bukan anak kecil lagi. Main ke taman hiburan se-"
"Ya ampun, mau pergi main yaa, bagus banget tuh. Kamu tau aja ya Sakta, Farah itu emang lagi gabut di rumah. Abis liburan sama teman-temannya kemarin dia nggak pernah keluar untuk main lagi loh. Bestienya pulang kampung soalnya, jadi lanjut aja kalian pergi." Tiba-tiba saja Tante Kiara nongol dengan sederet cerocosannya. Membuat Farah menatapnya penuh permusuhan.
Tante Kiara menepuk pelan bahu Farah, masih setia tersenyum manis lalu duduk di sampingnya.
"Nanti Farah bisa banget ikut loh Sakta, kebetulan aku mau pergi juga kasian dia sendiri di rumah."
"Aku bis-"
"Iya Fah, Tante ngerti kok kamu nggak mau sendirian. Makanya kamu bisa pergi bareng Papa kamu." Tante Kiara mengelus pelan rambut Farah, agaknya sedikit merapikannya. Farah memberikan pelototannya pada Tante Kiara yang malah makin berbicara ngawur.
Sepertinya Tante Kiara sudah terlalu putus asa menasehati Farah sampai menggunakan trik seperti ini. Di sisi lain, Om Sakta malah mengukirkan senyumnya dan mengangguk.
"Papa tunggu kamu ya Fa, jam 7 Papa akan jemput kamu. Ya udah kamu lanjut aja tidur, aku pamit Kiara." Om Sakta lantas berdiri lalu berpamitan.
"Iyaa Sakta, silahkan. Nanti aku akan memastikan Farah siap."
Maka setelah Papanya lenyap di depan pintu, Farah langsung beteriak..
"TANTE!!"
"Apa sih Fa, lebai banget. Tante benar ya soal kamu yang butuh hiburan, kamu juga pasti nggak nolak kalau diajak main di taman hiburan kan?" Tante Kiara sedikit menutup kuping karena teriakan Farah, dengan santai ia menjawab kekesalan anaknya.
"Ya tapi liat-liat orang dulu dong Tante! Ini mah udah beda konsepnya." Farah justru meremas rambutnya yang semakin semraut melihat betapa santainya Tante Kiara.
"Udahlah, jangan kebanyakan menyangkal. Ini Tante lagi nolongin kamu tau." Setelah mengatakan hal itu, Tante Kiara langsung kabur tak ingin disalahkan.
Jadilah malam itu, Farah benar-benar pergi dengan Papanya.
-----------------
Dipaksa memakai baju kaos oversize dan rok, ditambah hijab pasmina biru, sukses sudah membuat Farah masih saja manyun.
"Senyum dikit napa sih." Tante Kiara mencolek dagu Farah, membuat gadis itu makin merengut.