Besok jadwal perkuliahan sudah menanti Farah. Setelah puas bermalas-malasan selama liburan, kali ini Farah sudah bangun sepagi mungkin untuk membiasakan diri menghadapi jadwal perkuliahannya.
Jam baru saja menunjukkan pukul 08.00 kala dentingan bel pintu menggema. Farah buru-buru membuka pintu setelah Tante Kiara meneriakinya dari lantai bawah.
Penampakan orang yang dimaksud direspon dengan keterkejutan oleh Farah, ia mempersilahkan tamunya masuk. Gadis itu baru saja akan menemui Tante Kiara ketika suara berat itu masuk ke gendang telinga Farah.
"Kamu mau bicara apa Fa? Kata Tantemu kamu pengen ngomong sesuatu."
Belum reda keterkejutan Farah perihal alasan kedatangannya, kini ia malah langsung diserang ke intinya.
"Kamu sudah memutuskan Fa?"
Tak ada tanda-tanda akan memberikan jawaban, Om Sakta lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa ruang tamu itu. Sedangkan Farah berlari cepat menuju taman belakang tempat Tante Kiara berada.
"Tante yang manggil dia kan?" Tante Kiara langsung berbalik mendapati muka Farah menahan kesal.
Diiringi anggukan, Tante Kiara berkata, "Tante hanya membantu kamu Fa. Maaf Tante nggak pernah bilang tentang ini, Tante hanya berharap menyampaikan kabar baik itu dengan cepat."
"Tapi nggak kayak gini Tan. Aku nggak siap, ini terlalu cepat! Aku memang menerima beliau menjadi bagian dari keluarga aku yang hilang. Tapi aku nggak akan dengan mudah meninggalkan Tante. Bagaimana pun Tante adalah orang tua aku!" Farah berkata kesal, di lain sisi matanya mulai berkaca-kaca mengatakan semua itu.
Tante Kiara pun menatap dengan matanya yang juga mulai berembun, ia hanya mengangguk dan memeluk Farah.
"Iya, iya maafin Tante. Tante tau kamu terlalu baik Fa, tapi untuk kali ini kamu harus memikirkan diri kamu sendiri. Tante akan selalu ada untuk kamu," ucap wanita itu parau. Sembari mengelus punggung Farah pelan, ia mulai meneteskan air matanya.
Percakapan itu berakhir setengah jam kemudian, Farah memutuskan menuruti saran Tante Kiara dan menemui Papanya sendirian.
Duduk berhadap-hadapan di ruang tamu yang senyap ini menimbulkan perasaan yang ganjil bagi Farah. Ia bingung sendiri bagaimana akan memulai untuk mengatakan semua ini. Mengingat hubungan mereka yang masih begitu baru dan canggung.
"Aku udah memutuskan, terkait bagaimana hidup aku ke depannya."
Netra pria paruh baya itu membola, ia semakin menatap intens langsung pada kedua manik Farah.
"Yaa, iya. Aku menerima Papa sebagai keluarga aku."
Senyuman gembira Om Sakta terlukis dengan cepat. Ia sontak menarik Farah ke dalam pelukannya. Tubuh Farah menegang seketika, namun perlahan gadis itu menerima pelukan itu.
Sejujurnya ada rasa aneh dan asing secara bersamaan melalui pelukan ini. Siapa sangka hidupnya akan seperti ini, berubah begitu saja dalam semalam. Dan sekarang ia juga sudah mengambil keputusan besar dalam hidupnya. Tentang dirinya, dan tentang keluarga yang selalu dirinya diidamkan sebagai rumah yang sebenarnya.
Pertanyaan selanjutnya yang menunggu jawaban adalah. Apakah ini adalah rumah yang sesungguhnya untuk Farah?
--------------
Setelah drama bombai air mata dengan Tante Kiara sebentar, Farah dan Papanya memutuskan pergi menuju rumah mereka. Selama perjalanan Papanya menceritakan banyak hal yang hanya dibalas oleh Farah dengan anggukan. Respon singkat itu dilakukannya hanya karena ia tak tau mesti bersikap bagaimana. Farah hanya berharap kecanggungan dalam dirinya akan menghilang seiring berjalannya waktu.
Sesampainya pada sebuah kompleks perumahan yang asri, mereka memasuki sebuah rumah sederhana yang luas. Di depan rumah dihiasi beberapa pot bunga yang tak terlalu terawat. Pohon mangga yang berbuah ranum juga ikut mengisi halaman.