Awal semester berjalan, Farah terlibat dengan banyak tugas kelompok di setiap kelas yang diambilnya. Mata kuliah psikologi sosial yang diambilnya berlawanan dengan Ayu yang membuat mereka tak memasuki kelas yang sama, jadilah Farah dengan pasrah mencari ke sana ke mari kelompok di kelas itu. Pasalnya mengingat begitu anti sosialnya ia saat semester awal membuatnya kesulitan mencari anggota kelompok yang rata-rata notabene sudah saling mengenal. Farah masih saja celingak celinguk ketika sebuah suara bariton menginterupsinya.
"Fa? Udah ada kelompok belum? Kami kurang satu anggota nih, mau bareng nggak?" Meneliti tidak ada lagi insan yang mau mengajaknya dan tak ada pula potensi kelompok kosong melihat situasinya. Farah dengan agak terpaksa mengangguk mengiyakan.
Masalahnya dalam hal ini, kelompoknya adalah berisi dominan manusia berspesies laki-laki yang jelas adalah anggota circle Reo ini, mantan teman sekelasnya dulu.
"Untuk pertemuan saat ini, silahkan kalian melihat langsung RPS yang sudah saya kirimkan di grup. Silahkan pelajari dengan seksama setiap poin sesuai nomor urut kelompok dan presentasikan mulai Minggu depan. Waktu tersisa satu jam lagi jadi manfaatkan dengan baik. Saya kira sekian saja, terima kasih."
Dosen pengampu mata kuliah ini pun berlalu pergi, meninggalkan kami mahasiswanya yang berdiskusi di kelas.
"Ohh iya, kenalin dulu ya ini temen gue dari semester sebelumnya Farah Sabila Putri. Fa, ini di sebelah kanan namanya Farhan dan di sebelahnya lagi Gio. Semoga kita bisa bekerja sama yaa." Reo mengakhiri sesi perkenalan singkat itu dengan senyuman.
Gio dan Farhan kompak melambai sumringah, "Ohh ini cewek yang dimaksud Reo." Gio tanpa basa basi berceletuk.
Reo sontak menatap galak, mati-matian memberi kode pada sahabatnya itu untuk tidak berbicara aneh.
"Emang apaan yang dibicarain sama Reo? Pertengkaran kami?" Farah yang awalnya tegang memasuki circle ini malah merasa tertantang dengan perkataan Gio barusan.
"Biasalah, katanya lo cewek pertama yang nggak dengerin dia. Hahaha," jawab Gio tanpa merasa bersalah.
"Masa sih, gue nggak merasa gitu. Gue dengerin dia kok, dianya aja nggak tau," balas Farah sarkas. Beberapa kali Farah benar-benar mendengarkan seluruh perkataan Reo dulunya, tapi karena malas melihat tampang Reo yang begitu jumawa karena ia ketua kelasnya membuatnya muak dan malah berulah.
"Terlepas dari itu, sebaiknya kita mulai memikirkan tentang topik makalah kita kan teman-teman?" Ini Farhan yang memiliki ambisi penuh akan seluruh pembelajaran di perkuliahan ini. Farah akhirnya bernapas lega, ia merasa tidak sia-sia memasuki kelompok ini melihat Farhan dapat diandalkan.