Setelah kemarin-kemarin, Farah menginap di rumah Tante Kiara. Malam ini ia kembali menginap di rumah Papanya. Kegiatan sehari-hari Farah yang rutin dilakukannya setelah keputusannya itu. Bolak-balik menginap untuk menemani kedua orang tua yang sangat disayanginya. Malam ini, Papa Sakta berencana memperlihatkan album foto keluarga almarhumah istrinya. Entah apa alasannya berbuat seperti itu, Farah hanya mengangguk saja mendapati Papanya berusaha untuk membuat dirinya nyaman dengan semua kenyataan ini.
Maka dengan usaha Papanya, Farah ikut berusaha membuat dirinya terlihat bersahabat setidaknya, meski jujur rasanya sangat aneh berusaha mengakrabkan diri pada orang-orang yang tak pernah ia temui. Papa Sakta sedang membongkar lemari di kamarnya ketika Farah ikut masuk untuk pertama kalinya. Sejujurnya ini kali pertama Farah memasuki kamar Papanya semenjak mereka berbaikan. Rasanya begitu asing karena tak ada foto atau lukisan apa pun yang menghiasi ruangan ini.
Papa Sakta membawa satu buah album besar pada Farah ketika mereka kembali ke ruang keluarga untuk membicarakan kenangan itu.
"Ini foto pertama kali setelah kami menikah Fa." Papa Sakta menyodorkan album, memperlihatkan betapa cantiknya Mama tirinya itu. Farah yang tak terlalu memperhatikan, membuat Papa Sakta beralih pada banyaknya foto antara mereka berdua yang menghadiri sebuah kerja sama.
"Sebenarnya Kakek mengelola perusahaan apa sih Pa?" Papa Sakta senang Farah akhirnya mulai bertanya. Padahal Farah bertanya setelah ia mati-matian mencari ide agar tak melihat wajah Mama tirinya terlalu lama. Sedangkan Papa Sakta yang tak tau menahu dengan sigap menjawab pertanyaan putrinya dengan sederhana.
"Sebenarnya kedua orang tua Papa dan Mama tirimu itu mengelola perusahaan properti. Karena mereka memutuskan menyatukan kedua keluarga dengan pernikahan kami, perusahaan itu dikelola oleh saudara Papa dan saudara Mama tirimu sekaligus."
"Showroom mobil yang Papa punya berarti bagian dari perusahaan juga ya?" tanya Farah dengan polos, sebenarnya ia memang benar-benar tidak mengerti tentang bisnis seperti ini.
Papa Sakta hanya tersenyum kecil dan menggeleng.
"Bukan Fa, showroom ini adalah usaha Papa sendiri. Untuk semua bagian dari perusahaan properti itu sudah dibagi sama rata setelah Kakek kamu meninggal. Bagian perusahaan Papa akan Papa serahkan pada Kakak laki-laki kamu setelah ia lulus kuliah nanti." Farah mengangguk-angguk saja sok paham.
"Kalau boleh jujur Fa, meskipun awalnya Papa tak menyukainya namun setelah sekian lama Papa menyadari bahwa dia sudah ada di hati Papa. Kamu ingat kan Papa pernah cerita kalau setelah Mamamu meninggal dan Adik Fani ikut meninggal, Papa kembali pada mereka?" Papa Sakta menatap lekat foto istrinya itu yang tak pernah tak terlihat cantik. Farah mengangguk mengiyakan, menebak apa yang akan diucapkan oleh Papanya selanjutnya.