Esoknya Farah memilih pergi ke kampus begitu pagi, padahal jadwal perkuliahannya baru mulai sekitar jam 1 siang. Saat Farah sudah bersiap-siap mengenakan hijabnya, sebuah ketukan pintu mengagetkannya. Farah masih memandangi pintunya saja sampai suara itu mulai menyahutinya.
"Fa, udah bangun belum? Papa nih," sahut Papa Sakta dari luar.
Farah buru-buru membuka pintu dan wajah Papanyalah yang dilihatnya pertama kali.
"Kamu ke kampus nggak sekarang? Papa kebetulan mau jalan juga." Farah langsung mengangguk dan mempercepat langkahnya untuk pergi bersama Papanya.
Di dapur, Rifa asik memasak sesuatu yang membawa aroma sepanjang rumah. Farah yang mencium hal itu sempat-sempatnya melongokkan kepala melihat betapa gembiranya Rifa. Maka setelah menyusul Papanya dan masuk mobil, mereka berdua berlalu menuju kampus. Farah baru saja turun ketika Papanya dengan riang melambaikan tangan dan mengingatkannya untuk berhati-hati. Farah yang cemberut diingatkan seperti anak kecil langsung berlalu menuju kantin berhubung ia tak sempat sarapan. Pikirannya malah melalang buana pada masakan jenis apa yang dihidangkan oleh Rifa mengingat aromanya yang semerbak. Sedangkan Papa Sakta mengemudikan mobilnya menuju kantor akademik kampus.
---------------
Malam harinya, seperti malam biasanya keluarga Farah makan malam bersama. Perbedaannya kali ini tentu karena adanya penambahan anggota yang menghidupkan suasana. Sejujurnya tidak bisa dikatakan menghidupkan suasana karena hanya Rifa dan Papanya yang asik berceloteh sedangkan Farah dan Rayfan hanya diam menyimak. Dan keadaan itu berlangsung sampai makan malam berakhir. Melanjutkan percakapan kemarin, semenjak kemarin Papa Sakta selalu mengajak anak-anaknya untuk berkumpul sebentar di ruang keluarga untuk membicarakan apa saja. Quality time inilah yang dimanfaatkan oleh Papa Sakta untuk mulai membicarakan terkait keputusan-keputusannya hari ini.
Makna sebenarnya dalam hal ini adalah tentunya ia hanya berusaha menjalankan perannya sebagai Ayah setelah begitu lama terabaikan. Ia mati-matian berusaha menebus kesalahannya terutama pada dua anaknya itu. Rifa yang paling pengertian dibandingkan Kakaknya tersenyum tulus pada Papanya bahkan sedari awal. Papa Sakta berdeham untuk menetralkan suasana, Farah yang awalnya fokus pada ponselnya begitupun dengan Rayfan mulai menatap Papa mereka bersamaan.
"Papa baru saja mengurus pemindahan universitas Rayfan. Untuk itu, kalian berdua akan berada di universitas yang sama." Farah menoleh kaget, ia akan berada di universitas yang sama dengan Rayfan? Lelucon macam apa ini.
"Wait, kenapa Papa baru ngomong sekarang sih?" tanya Farah heran.
"Soalnya waktu Papa tanya Kakak kamu ini mau kuliah di mana, dia bilang mau di univ yang sama kayak kamu Fa. Kebetulan juga jurusannya dari univ lama juga ada di univ kamu. Jadi apa salahnya kan?" terang Papa Sakta, beliau dengan santai menjawab pertanyaan itu. Tak merasa terganggu dengan kenyataan muka Farah yang semakin tertekuk tak nyaman duduk di sebelah Rayfan.
Yap, mereka berdua duduk di satu sofa yang sama setelah lagi-lagi Rifa memilih kabur menempel di sebelah Papanya. Mengingat hanya ada dua sofa panjang di ruangan itu Farah memilih mengalah dan duduk di sebelah rayfan meski dipisahkan jarak memperlihatkan keengganannya.
"Dan satu lagi, berhubung Rifa juga masuk kuliah tahun ini, Rifa memutuskan gapyear. Jadi yaa, kalian berdua bisa berangkat berdua ke kampus untuk sementara waktu." Farah tertawa pelan mendengar hal itu lalu mulai beralih protes.
"Hahaha Papa, nggak usah. Aku bisa berangkat sendiri kok," jawab Farah memberikan pembelaan.
"Nggak apa-apa kali Kak. Kalian kan udah biasa. Tau nggak sih Pa, mereka itu dulu selalu berangkat bareng ke sekolah semenjak SMA, jadi Papa tenang aja." Rifa bergabung memperkeruh keadaan.