Dalam satu bulan ini, semester 3 berjalan begitu penuh kejutan bagi mahasiswi satu ini. Farah sibuk bolak balik menginap di rumah Tante Kiara dan Papa Sakta setelah keputusan yang ia ambil. Di saat bersamaan ia disibukkan dengan magang, terlepas di setiap waktu luangnya Farah malah memikirkan permasalahannya dengan Rayfan lagi dan lagi.
Sudah dua minggu berlalu, Farah tak lagi bertegur sapa dengan Rayfan meski mereka setiap harinya selalu berpapasan. Entah apa yang direncanakan oleh Rayfan mengingat mereka seharusnya tak bertemu sama sekali mengingat jarak antar fakultas. Namun Farah dengan cepat membuang pikiran buruknya itu dan kembali fokus ke dunia nyata.
Farah masih berjalan di koridor ketika ia mendapatkan sebuah pesan. Melihat pesan itu sekilas pada layar ponselnya, Farah semakin bergegas menuju salah satu ruangan di rumah sakit besar itu.
"Ini Dok, berkas atas nama Lestari. Sudah kembali saya periksa dan sesuai diagnosis Dokter bahwa pasien positif mengalami anxiety disorder."
"Hmm, menurut kamu apa penyebab mendasar dia mengalami itu?" tanya dokter muda itu.
Farah yang berusaha mengatasi kegugupannya, mengembuskan napas dan mulai menjabarkan lebih lanjut.
"Untuk kasus pada pasien ini, saya menganalisis dari laporan setiap konsultasi bahwa faktor stres yang pasien dapat dari lingkungannya membuat pasien mengalami gangguan kecemasan. Karena tak ditangani lebih lanjut, gejala terus berlanjut sehingga menyebabkan pasien sulit menjalani aktivitas sehari-harinya. Sekian yang dapat saya sampaikan Dokter." Penjelasan singkat Farah membuat dokter Rika tersenyum senang.
"Bagus Fa, kamu bisa menyimpulkan semua itu dari hasil laporannya. Suatu kemajuan untuk kamu tentunya," ucap dokter Rika tertawa lebar. Farah tersenyum malu, pasalnya kemarin-kemarin ia memang begitu bodohnya hingga tak bisa menjawab satu hal pun pertanyaan dokter pembimbingnya.
Meski semua kesalahannya itu tak terlepas dari pikirannya yang terus saja senang memutar masalah dibanding kesenangannya sendiri.
"Ohh iya, sebentar lagi kita akan kedatangan pasien. Saat saya menganalisis pasien, saya ingin kamu membantu pasien bercerita. Karena sepertinya kalian seumuran, itu akan mempermudahnya untuk percaya dengan kamu." Mendengar perkataan dokternya, Farah dengan muka girang mengangguk antusias.
Akhirnya, tugas pertamanya setelah sekian lama. Tentu anak magang sepertinya hanya bisa membantu hal remeh temeh, lalu diuji layaknya ujian oleh para dokter yang kadang berusaha menghemat energinya saat menerima pasien. Begitulah keseharian Farah selama satu bulan belakangan, berusaha menampilkan citra yang baik agar setiap dokter dapat mempercayai dirinya. Melelahkan memang mengingat dirinya sendiri sudah cukup memiliki masalah, tetapi setidaknya ini adalah pilihannya sendiri.
Di keluarga lamanya dahulu, Farah selalu memiliki kecenderungan untuk selalu mematuhi dan mengikuti setiap saran Ibu Lia. Namun karena terbiasa melakukan hal itu hingga memasuki masa remaja, Farah mulai menyadari bahwa apa yang ia lakukan adalah kesalahan. Karena selama ini Farah terus menuruti semua kehendak orang tuanya, ia malah merasa terbebani dengan setiap kegagalan yang ada. Padahal setiap kegagalan selalu memberikan kita pelajaran. Sayangnya Farah tak menyadari hal itu, hingga terjadilah peristiwa pengungkapan itu yang membuatnya memutuskan pergi dan mengakhiri penderitaan hatinya.