Papa Sakta, Rayfan dan Rifa sedang makan malam, ketika Rifa menyadari ketiadaan Kakaknya.
"Kak Fafa ke mana Pa? Masih di rumah Tante Kiara ya?" Pertanyaan yang sulit dijawab, mengingat ketidaktahuan mereka tentang insiden kemarin.
Papa Sakta langsung berhenti menyuap nasinya.
"Ada yang harus Papa beritahu sama kalian. Nanti kita berkumpul di ruang keluarga." Selepas mengatakan itu, Papa Sakta beranjak ke kamarnya begitu saja.
Rifa yang jelas paling tidak tau menahu tentang apa pun yang terjadi di sini, menoleh heran pada Rayfan yang ikut terdiam.
"Papa kenapa sih Kak? Kak Fafa juga udah lama aja rasanya nggak liat, betah banget yaa di rumah Tantenya."
Rayfan juga ikut beranjak pergi ke kamarnya menyisakan Rifa yang menggeleng heran dengan semua tingkah anggota keluarganya.
--------------------
Rifa kali ini memilih duduk di sebelah Kakaknya, menghadap Papa mereka yang terlihat begitu serius ingin mengatakan sesuatu.
"Maafin Papa Fan, Fa. Papa sadar selama ini belum meminta maaf dengan benar setelah apa yang terjadi di antara kita. Terutama pada kamu Rayfan, kamu anak laki-laki Mama dan Papa yang paling kami banggakan. Mama kamu pasti akan bangga dengan kalian berdua sekarang." Papa Sakta tersenyum lembut, ia juga mengenang semua momen indah yang sempat tercipta setidaknya sebentar itu. Rayfan menatap Papanya yang menampilkan sorot terluka tentang semua.
"Ada satu hal yang nggak kamu ketahui Fan, sebenarnya saat Mama meninggal Papa hadir di pemakaman itu." Rifa mengangguk dan menepuk bahu Kakaknya, mendukung perkataan Papanya.
Suasana kerumunan yang berlalu lalang dari rumah megah itu tampak kelabu. Hari ini kehidupan satu manusia kembali ke penciptanya. Waktu yang habis tak akan bisa diulang lagi, begitulah yang terjadi ketika keluarga Farah baru saja sampai ke kediaman Rayfan. Farah menatap sedih Rifa yang masih menangis melihat jenazah Mamamnya. Rayfan dengan tatapan sendunya menatap Reno dengan tatapan yang begitu menghargai. Farah malah tak bisa bergerak maju demi melihat semua aktivitas manusia di sana. Berulang kali Kakaknya menghampirinya memintanya untuk bergabung namun ia malah membeku menatap semuanya.
Sore harinya, jenazah akhirnya dibawa ke liang lahat. Rayfan dan Reno bahu membahu menurunkan jenazah ke peristirahatan terakhir. Farah juga menyaksikan semua itu dengan terluka. Di sanalah tanpa mereka sadari seorang pria paruh baya hanya mampu menatap sendu perkuburan yang sudah mulai ditinggalkan. Ia baru bisa menghampiri gundukan tanah itu ketika hujan membungkus sorenya. Semua kerabatnya sudah pergi, tersisa dirinya sendiri dan gundukan tanah itu.
"Maafkan aku Syofia, sungguh maafkan aku," lirih pria itu mulai menangisi keadaan.
Semua orang tak menyadari itu, ketika Papa Sakta sendiri menghampiri makam istrinya yang sudah ia sakiti begitu dalam. Apalah daya jika semua hal ini menyakiti semua orang termasuk anak-anak mereka juga.