Yang tak Rayfan sadari, Farah mengetahui semua hal yang dilakukan Rayfan untuk dirinya. Hal ini ia dengar langsung dari Papa Sakta yang terus mengoceh riang karena Farah sudah mau beraktivitas lagi seperti biasa. Hingga sampailah pada cerita tentang Rayfan.
"Tau nggak Fa, yang minta Papa nganterin kamu Rayfan loh. Sekarang dia udah mulai ya sedikit berbicara sama Papa setidaknya, kalau dipikir-pikir demi kamu dia selalu ngomong sama Papa deh...."
Seluruh perkataan Papa Sakta tak didengarkan Farah lagi karena ia fokus pada satu kalimat itu. Rayfan memintanya pergi bersama Papa? Entah kenapa rasanya sulit sekali bagi Farah mempercayainya mengingat terakhir kali mereka berbicara adalah ketika mereka bertengkar. Jika Rayfan yang biasanya akan terus mengejarnya sampai mereka berbicara hal itu lagi dan lagi. Memang semenjak Rayfan mengungkapkan perasaannya mereka tak pernah membicarakan hal lain selain yang akan berakhir pada hal yang sama.
Farah berkerut semakin bingung hingga Papa Sakta memanggilnya.
"Fa? Udah sampai nih, nggak mau ke kelas?" Farah langsung kalang kabut merapikan tasnya sebelum Papanya bertanya.
"Dah Pa, nanti kalau udah selesai aku bilang ya."
Buru-buru salim pada Papanya, Farah langsung keluar mobil dan berjalan menuju kelas. Berusaha menyiapkan diri untuk bertemu dengan siapa saja setelah lama menghilang. Bagian yang tak disangka Farah adalah ia harus bertemu Rayfan juga setelah ini.
"Han, ini catatan lo yang gue pinjam kemarin. Makasih yaa, udah gue fotoin kok jadi nanti tinggal gue salin. Ohh iya kalian pada ke mana gue mau ikut."
Kembali pada setelan awal, Farah bercanda ria dengan circle Reo. Meski nyatanya ia lebih dekat pada Farhan yang bisa diajak kerja sama dalam hal belajar dibanding dua sahabatnya yang lain.
"Kita mau ke kantin Fa, ikut nggak?" tanya Farhan seraya menerima buku yang diserahkan Farah.
Menimbang sedikit, Farah mengangguk senang. Mereka berempat melenggang tanpa beban menuju salah satu tempat duduk kantin.
"Jadi siapa yang mau mesan, batu gunting kertas!" Jelas tanpa aba-aba kesekian kalinya Gio dengan semangat mengoceh sesampainya di sana.
Berhubung Reo yang paling tidak siap dengan permainan yang mendadak seperti ini, jadilah ia menghela napas kalah. Gio dan Farhan tertawa senang dan mendorong cepat Reo untuk memesan makanan mereka semua. Farah juga ikut tertawa senang, tawa pertama kali setelah berminggu-minggu rasanya tak ada lagi hal yang bisa ia tertawakan dalam hidupnya.
Semua manusia itu kemudian larut dalam kesibukannya masing-masing. Farah beralih memeriksa ponselnya yang sudah ia abaikan berhari-hari itu. Fokus melihat seluruh pesan masuk dari grup kelasnya yang kelewat banyak. Sampai pertanyaan penasaran Gio mulai mengusik dirinya.
"Oh iya Fa, lo kemarin-kemarin ke mana emang nggak ke kampus?" Sebenarnya pertanyaan itu amat sepele bagi Gio yang bertanya karena bosan. Farhan yang awalnya sudah kembali fokus pada laptopnya ikut menoleh penasaran. Farah yang tak mungkin juga berkata jujur akhirnya berdalih dengan cepat.
"Iya, gue kemarin ada kecelakaan."
"Hahh? Mana yang lecet? Di tangan? Di lutut? Atau di mana?" ucap Gio beruntun. Farah meringis menyadari jawabannya yang salah sasaran.
"Gue udah nggak apa-apa kok, tenang aja. Gue di rumahnya aja yang kelamaan, makanya gue ketinggalan banyak kelas deh," jawab Farah berusaha terlihat sesantai mungkin.