Farah berjalan dengan segenap keyakinannya menuju kamar Rayfan. Ada banyak kesalahpahaman yang juga terjadi antara dirinya dengan Kakaknya ini. Saat ini ada satu hal yang harus dilakukan Farah, memperbaiki hubungannya dengan Kakaknya.
Ketukan pertama, tak ada sahutan apa pun. Ketukan kedua, Farah menghela napasnya dan mulai berbicara.
"Kak, ini Farah."
Kunci pintu dibuka seketika, menampilkan wajah Rayfan penuh keterkejutan melihat Farah melakukan hal ini.
"Aku mau ngomong, kita ke balkon dulu Kak."
Angin malam menerpa sejuk muka Farah, rambutnya bergoyang-goyang mengikuti arah angin membawanya. Rayfan melangkah dalam diam, ikut berdiri di sebelah Adiknya.
"Kakak tau nggak, dulu Kak Fan salah satu alasan aku pengen bangun di setiap harinya? Cuma untuk melihat Kakak yang sibuk usil melambai-lambai ke aku dari bus sekolah. Mungkin kamu nggak ingat Kak, tapi itu nyatanya sangat berarti bagi aku." Farah tersenyum mengenang semuanya. Satu memori kecil yang akan selalu ia kenang.
Rayfan menatap Farah terkejut, ada tatapan tak percaya mendengar seluruh kalimat itu. Ia tak pernah menyangka kehadirannya akan seberarti itu bagi Farah. Selama ini Rayfan selalu menyangka Farah begitu bebas dan ceria karena dirinya sendiri. Tetapi setelah mengetahui kembali sepotong cerita ini mulai membuat Rayfan berpikir ulang. Banyak kejadian di mana Farah begitu rapuh, dan dirinya lah tempat bersandar itu bagi Farah. Sekarang ketika perasaan mereka ternyata berubah berbeda, semuanya harus hancur begitu saja. Kali ini Rayfan benar-benar menyadari kesalahannya.
Rayfan menunduk, menahan seluruh kebencian hatinya pada dirinya sendiri.
"Tapi Kak, semua itu tinggal kenangan. Semua udah jadi masa lalu, termasuk seluruh perasaan aku. Aku tau nggak pernah mudah merelakan perasaan itu, karena aku dulu juga seperti itu. Namun sekarang, kondisi kita udah jauh berbeda. Kita saudara Kak, udah saatnya mengubah perasaan itu ke arah yang benar kan?"
Farah memandangi Rayfan yang masih saja tertunduk.