Percaya atau tidak, aku lebih mudah berpaling hati, daripada berpaling dari nikmatnya seduhan kopi. ~SOA2002
Aku baru saja sampai di depan rumah dari mengantarkan Ican ke tepi jalan. Namun langkahku dibuat berhenti ketika telingaku menangkap percakapan di dalam rumah, yang membuat jantungku terpompa lebih cepat.
"Lebih baik acara lamarannya dipercepat saja, lalu 2 minggu setelahnya bisa melangsungkan pernikahan. Aku udah gak tahan lagi sama cibiran warga kampung yang katanya anak perawanku itu susah dapet jodoh."
Meski aku belum melihat siapa saja gerangan yang berada di dalam rumahku. Tapi aku tahu betul jika yang kudengar barusan adalah suara ibu.
"Benar, lagipula hidup kalian akan jauh lebih baik jika Putri menikah dengan Joko."
Aku tercengang mendengar kata terakhir yang sepertinya diucapkan oleh seorang laki-laki itu. Joko? Hingga aku semakin yakin jika suara barusan adalah suara milik Pak Bambang yang merupakan kepala kampung sekaligus bapaknya Joko.
Aku yang sudah tidak tahan dengan pembicaraan itupun segera mengetuk pintu dan membuat lima pasang mata itu kompak menoleh ke arahku.
Kulihat di sana ada sosok bapak dan ibuku, juga Joko lengkap dengan kedua orang tuanya, Pak Bambang dan Bu Tanti.
"Wah, calon istriku udah pulang."
Belum sempat aku mengatakan apapun, suara Joko sudah kembali menaikkan tekanan darahku. Aku acuh tanpa menghiraukan ucapannya, kemudian mataku menelisik satu persatu orang yang ada di sana, tentunya Joko adalah pengecualian. Malas sekali jika aku harus menatapnya.
"Loh, ada acara apa ini? Tumben sekali ngumpul-ngumpul?" Tanyaku pura-pura tidak tahu, karena memang tidak biasanya mereka kumpul pagi-pagi seperti ini. Lagipula bisanya bapak sudah berangkat ke kebun saat aku balik dari mengantar Ican.
"Kita sedang membicarakan tentang–"
"Tentang mahasiswa KKN."
Aku terkejut saat ibu tiba-tiba memotong ucapan Pak Bambang. Apa ibu memang berniat untuk menyembunyikan apa yang mereka bicarakan tadi dariku?
"Oh, kupikir ada hal lain yang dibicarakan." Timpalku dengan malas.
"Memang ada kok, kita sedang membi–"
"Nggak ada Putri, kita tadi hanya membicarakan tentang mahasiswa KKN."
Kali ini ibu memotong ucapan Joko. Kulihat tatapan penuh arti yang ibu berikan pada Joko, seakan mengatakan agar pria itu terdiam dan tak melawan.
"Memangnya kapan mereka akan datang?" Tanyaku penasaran, karena aku memang tidak tahu jam berapa KKN akan datang.
"Nanti pukul 10 sudah pada datang kalo gak molor." Jawab Pak Bambang.
Aku pun menolehkan kepalaku ke arah jam dinding yang baru menunjukkan pukul 08.10. Sepertinya masih cukup untukku merehatkan batin sebentar, sebelum mempersiapkan penyambutan KKN nanti.