Story of Dharma 2

Indah Nur Aini
Chapter #3

Kembalinya Sang Pangeran #3

Kabar kematian pengeran bungsu Kerajaan Lembah itu telah menyebar ke seantero dunia persilatan, bukan hanya itu, sekarang semua orang juga tahu bahwa bukan hanya pengeran bungsu, melainkan juga putra mahkota yang menghilang. Entah siapa yang menyebar informasi itu, yang pasti orang itu berniat menjatuhkan kekuasaan Kerajaan Lembah.

Kini para pemberontak mulai melakukan kudeta untuk menjatuhkan kekuasaan sang raja. Pemberontakan mulai bermunculan dari daerah-daerah kecil, umumnya dari kerajaan-kerajaan bawahan Kerajaan Kembah. Mereka melakukan pemberontakan dengan alasan bahwa Kerajaan Lembah sudah tidak mampu lagi memberikan perlindungan untuk mereka. Jika mereka mampu, harusnya kejadian yang dialami Putra Mahkota dan Pangeran Dharma tidak pernah terjadi. Terlebih lagi, raja sudah tidak memiliki keturunan laki-laki lagi selain mereka berdua untuk meneruskan tahta. Meskipun raja masih memiliki seorang putri, namun dia tidak bisa naik tahta karena dia seorang wanita. Sebenarnya masih banyak kerajaan-kerajaan bawahan yang mendukung Kerajaan Lembah, namun hal ini tetap saja menjadi ancaman bagi Kerajaan Lembah, apalagi jika pemberontakan tidak segera dipadamkan.

Ditengah kesedihan, kemarahan, dan kekhawatiran yang bercampur aduk yang tengah dirasakan oleh sang raja dan para Menteri, seorang Menteri mengusulkan untuk menikahkan Putri Yeong Hua. Dengan memilihkan pasangan yang baik yang dapat melanjutkan keturunan kerajaan lembah, hal ini mungkin dapat meredamkan pemberontakan.

Namun sang raja tidak langsung menerima usulan itu begitu saja. Walaubagaimanapun dia tetaplah seorang ayah, baginya kebahagiaan anak-anaknya adalah yang utama. Disebuah taman dibawah sinar rembulan, Putri Yeong Hua menghampiri ayahnya yang sedang duduk termenung didekat air mancur. Perlahan ia mendekat, namun sang ayah tidak menyadari kedatangannya, sampai akhirnya Putri Yeong Hua menepuk bahu ayahnya dan sang rajapun langsung terkejut.

“Apa yang ayah pikirkan sampai tidak menyadari kedatanganku, apa ayah sudah tidak menyayangiku? Tanya sang putri dengan nada bercanda

“Ah, sejak kapan kau datang? Ayah sangat menyayangimu sampai-sampai ayah tidak tahu apa yang harus ayah lakukan untuk putri ayah.”

“Lakukan saja apa yang harus dilakukan. Soal pernikahan kan? Ya ya aku hanya harus menikah kan? Itu sama sekali tidak sulit.”

“Putriku, apa kau tahu apa itu pernikahan? Jangan menganggapnya seperti permainan, ayah hanya ingin kau bahagia, ayah tidak ingin kau melakukan sesuatu yang kau tidak suka.”

“Kalau begitu ayah harus mencarikanku pasangan yang seperti ayah. Karena hanya ayah saja satu-satunya pria yang membuatku bahagia meski hanya berada di samping ayah.”

Mendengar ucapan putrinya sang rajapun tersenyum. Sejak kecil Putri Yeong Hua memang selalu bisa diandalkan dalam hal mengubah suasana menjadi menyenangkan. Merekapun bergurau ditaman menghabiskan waktu bersama layaknya ayah dan anak.

Malam sudah semakin larut, Putri Yeong Hua kembali ke paviliunya, ia merasa senang melihat ayahnya bisa tersenyum lagi setelah beberapa hari sebelumnya wajahnya selalu tampak murung. Namun siapa yang akan mengira, dibalik wajahnya yang selalu ceria didepan orang lain, dibalik kegelapan di dalam kamarnya ia meneteskan air mata, tapi kali ini bukan air mata kebahagiaan, melainkan air matanya yang asli, air mata yang tumpah karena perasaanya. Sebuah kesedihan yang mendalam setelah kehilangan kedua adiknya, kini ia harus menjalani takdirnya sebagai seorang putri raja.

Aku harus melakukanya untuk menyelamatkan negeriku, bahkan meski aku harus mengorbankan diriku sendiri. Mungkin itulah yang ada di benak Putri Yeong Hua saat ini.

Esok harinya, sesuai perintah raja, pemilihan pasanganpun di umumkan. Dalam waktu singkat banyak dokumen lamaran yang terkumpul. Dokumen lamaran itu didominasi oleh putra para Menteri. Ada tiga hal kriteria yang ditetapkan, yang pertama berpengetahuan luas, kedua ahli bela diri, dan yang ketiga berbudaya. Tentu saja tiga hal ini tidah boleh terlewatkan begitu saja jika ingin menjadi menantu kerajaan.

Seperti semangatnya para Menteri yang mencalonkan putra mereka untuk menjadi menantu kerajaan, para nelayanpun juga tidak kalah semangat untuk menangkap ikan, terlebih perairan beberapa bulan terakhir cukup tenang membuat ikan-ikan banyak yang menetap di perairan itu. Para nelayan itu rela mendatangi lail, hingga akhirnya lail menemui fajar dan kembali saat sang surya berkuasa.

“Ah, jaringku rasanya berat sekali, sepertinya aku akan dapat ikan besar.” Ucap seorang nelayan

“Benarkah, biarku bantu, setelah ini kau harus membelikan perhiasan untuk istrimu.” Ucap nelayan lainya diikuti dengan canda tawa mereka.

Keringat kedua nelayan itu terus bercucuran, sepertinya mereka memang menangkap ikan besar, nafasnyapun sampai terengah-engah bak para atlet marathon yang sedang berlomba. Perlahan jaring itu mulai naik ke atas, betapa terkejutnya mereka melihat hasil tangkapannya. Tentu saja, itu ikan yang banyak jumlahnya, namum bukan ikan saja yang mereka tangkap, melainkan juga tubuh seseorang yang ikut terjaring.

“Apa ini? Apa dia sudah mati? Kita lemparkan saja lagi ke laut” ucap seorang nelayan dengan nada takut.

Lihat selengkapnya