Hari ini Fani tidak telat sholat subuh. Ia bangun pagi-pagi sekali. Pagi ini cerah, binar cahaya matahari menerangi bumi. Fani bersiap-siap berangkat sekolah. Ia melihat dirinya di depan cermin. Fani membayangkan jikalau dia memakai jilbab ketika sekolah. Apakah Fani bisa melakukannya? Apa teman-temnnya tidak meledeknya? Tapi di sisi lain ia juga takut masuk neraka.
“Memakai jilbab ketika sekolah? Bagaimana kalau aku pakai jilbab mulai besok? Mungkin?” tanya Fani pada dirinya sendiri di depan cermin.
Fani berangkat sekolah lebih awal dari biasanya. Mengendarai sepeda dengan menatap lurus ke depan, seperti tak menganggap ada orang di sekitar dan dengan perasaan yang berkecamuk. Sampai di sekolah Fani langsung menuju ke perpustakaan. Ia mencari buku bacaan tentang kewajiban seorang muslimah. Saat menarik bukunya, Fani mendapati kertas jatuh dari dalam buku yang dibawanya. Kertas itu berisi tulisan yang sederhana. Hanya kata-kata biasa. Tapi maknanya dalam. ‘BERHIJABLAH KAWAN! JANGAN MENUNGGU NANTI. KARENA WAKTU TERUS BERJALAN.
“Berhijab? Waktu berjalan?” ucap Fani.
Fani lupa tujuannya ke perpustakaan. Ia terlena dengan kata-kata itu. Fani meletakkan buku yang dibawanya di atas meja lalu Fani pergi ke kelas hanya dengan membawa kertas yang baru ia temukan. Ketika di tengah perjalanan menuju kelas, Fani bertabarakkan dengan anak perempuan yang tingginya sama dengannya. Tapi seragam sekolahnya tidak sama dengan seragam sekolah yang dipakai Fani. Ia juga memakai jilbab, namun Fani tak begitu memperhatikannya.
“Eh, maaf aku tidak sengaja.” ucap anak itu.
“Iya tidak apa-apa kok aku juga minta maaf.” Kata Fani, mengambil kertas yang terjatuh di bawah kakinnya. Kemudian berlalu menuju kelas. Fani duduk di bangkunya dengan memandangi kertas yang baru saja ditemukannya di perpustakaan.
KRRIIING…. KRRIIING…. KRRIIING….
Bel masuk berbunyi membuyarkan lamunan Fani. Semua murid masuk kelas masing-masing. Begitu juga teman-teman Fani. Rina, Rini, dan Nina.
“Fani kau ke mana saja sih? Kita mencarimu.” Kata Nina pada Fani yang duduk di sampingnya.
“Maaf ya, aku dari perpustakaan.” Jawab Fani.
“Rajin banget sih.” Kata Rini yang berada di bangku seberang Fani. Fani hanya tersenyum sebagai tanda jawaban.
Kepala sekolah yang bertubuh sedikit gemuk, tingginya sama dengan Bu Sherin memasuki kelas Fani. Namanya adalah Bu Hana. Bu Hana biasa dipanggil kepsek Hana. Terkadang ada yang memanggil kepsek besar. Meski kepsek Hana tahu hal itu dan alasan kenapa dipanggil kepsek besar, ia tidak marah. Tapi dia tegas dan akan menghukum muridnya yang melanggar peraturan. Kepsek Hana tidak sendirian. Dibelakangnya ada anak perempuan yang mengikuti, tak lain adalah anak yang bertabrakkan dengan Fani. Fani memerhatikan anak itu.
“Anak itu, dia yang bertabrakan denganku?” kata Fani pelan. “Sepertinya aku kenal. Siapa ya? Hmmm…Wajahnya seperti….” uacap Fani dalam hati.
“Anak-anak, kalian kedatangan teman baru sekaligus teman lama kalian.” kata kepsek Hana.
“Teman baru, teman lama?” semua murid bertanya-tanya termasuk Fani. Sepertinya mereka semua lupa dengan teman baru sekaligus lama itu.
“Perkenalkan dirimu nak!” perintah kepsek Hana pada anak itu.
“Perkenalkan namaku Isna Agustina, teman kalian dulu yang pindah ke Kalimantan. Sekarang aku kembali ke sekolah ini. Semoga kalian masih sama seperti dulu dan menerimaku kembali.” ucap Isna.
“Isna? Siapa?” tanya Bagus yang duduk di bangku sebelah Rizky.
“Kau lupa? Isna yang dulu kelas 2, duduk di sebelahmu ketika UTS (Ulangan Tengah Semester). Dan kau lupa membawa alat tulis, lalu Isna meminjamimu. Apa kau ingat?” ujar Rizky.
“Oh,,, Iya, iya. Aku ingat.” kata Bagus. Semua anak gaduh membicarakan kembalinya Isna di sekolah. Mereka bertanya-tanya antar teman satu dan teman lainnya. Laki-laki maupun perempuan.
“Dia sekarang pakai jilbab, aku?” gerutu Fani pelan.
“Sudah anak-anak jangan membuat kegaduhan di kelas! Dan kamu Isna, duduk di bangku sebelah Eva.” kata kepsek Hana. Isna berjalan menuju sebelah bangku Eva yang juga persis berada di belakang bangku Fani.
“Kau kembali? Bukankah kau sudah pindah ke Kalimantan? Terus yang di Kalimantan?” tanya Eva.
“Iya aku kembali ke sini, aku kembali karena ayahku pindah kerja ke daerah Jombang ini. Jadi aku juga ikut pindah. Masalah yang di Kalimantan aku harus bisa ikhlas, sama seperti dulu aku harus pindah ke Kalimantan dari Jombang.” jawab Isna.