STORY OF FRIENDSHIP

Rahmanur Mumpuni
Chapter #4

TEMAN TAK TERDUGA

Hari mulai pagi seiring dengan keadaan Fani yang semakin baik dari sebelumnya. Ia diperbolehan untuk pulang dan dirawat di rumah. Bu Velisha mengantar Fani dan Bu Wati pulang ke rumah. Setelah mereka pulang ke rumah, Bu Wati menyuruh Fani untuk istirahat di rumah. 

“Ibu, Fani tidak masuk sekolah, apa sudah ada suratnya?” tanya Fani. 

“Sudah sayang, kau jangan khawatir. Kau sekarang hanya perlu istirahat, agar cepat sembuh dan bisa sekolah lagi.” jawab Ibu penuh kasih sayang.

Tok.. Tok.. Tok.. “Assalamu’alaikum.” terdengar orang mengucap salam.

“Wa’alaikumsalam.” Ibu Wati menjawab salam dari dalam rumah. Ibu Wati yang mendengarnya langsung menuju pintu dan segera membuka untuk melihat siapa yang bertamu ke rumahnya. Ternyata yang berada di balik pintu adalah IBu Velisha. Ia tidak sendiri, di sebelahnya berdiri anak laki-laki yang usianya sama dengan Fani yaitu 12 tahun. 

“Eh, Bu Velisha. Silahkan masuk.” Bu Velisha dan ana laki-laki itu masuk dan duduk di ruang tamu. 

“Bu Velisha, anaknya?” Bu Wati menunjuk anak laki-laki yang duduk di sebelah Bu Velisha. 

“Namanya Syahriar David Bachtiar. Biasa dipanggil David.” 

“Oh, David..” Bu Wati tersenyum melihat David. 

“Kalian mau minum apa?” tanya Bu Wati. 

“Tidak perlu repot-repot Bu, kita ke sini untuk menjenguk Fani yang sedang sakit.” jawab Bu Velisha. 

“Tapi maaf saya tidak bawa apa-apa untuk Fani.” lanjutnya. 

“Terimakasih sudah mau menjenguk Fani. Tidak perlu membawa apapun, Bu Velisha sudah banyak membantu saya dan Fani.”

Bu Wati menuju kamar Fani bersama Bu Velisha dan David. “Assalamu’alaikum.” mendengar salam itu Fani terkejut dan segera menjawab salam. 

“Wa’alaikumsalam.” Bu Wati mempersilahkan mereka masuk ke kamar Fani. Fani tersenyum melihat Bu Velisha menjenguknya, tapi ia bertanya-tanya dalam hati siapa anak laki-laki yang memakai baju oren dan terlihat datar wajahnya.

“Fani, bagaimana keadaannya? Sudah baikan?” tanya Bu Velisha membuka perbincangan. 

“Iya, masih panas dan sedikit pusing, tapi sudah lebih baik dari kemarin.” jawab Fani masih berpikir siapa anak laki-laki di hadapannya.

Ia berpikir kalau mungkin anak itu adalah anak Bu Velisha. Dan tebakkan Fani benar. 

“Apa kamu bertanya siapa dia?” ujar Bu Velisha memandang David. Fani hanya tersenyum mengiyakan. 

“Dia anak tante, namanya David.” kata Bu Velisha. David tersenyum pada Fani sebagai perkenalan. Fani pun membalas senyuman itu dengan senyuman manisnya.

*******

Ibu Wati menitipkan surat keterangan sakit Fani kepada satpam sekolah Fani. Nina, Rini, Rina yang baru saja memasuki gerbang sekolah, tiba-tiba… 

“Nina.” panggil seorang laki-laki berkumis dengan memakai baju satpam. Pak Amin namanya. 

“Ada apa Pak?” tanya Nina bingung. 

“Ini surat teman kamu Fani, dia tidak masuk sekolah.” jawab Pak Amin memberikan suratnya pada Nina. 

“Kenapa ya pak?” tanya Rina. 

“Ibunya bilang sakit.” jawab Pak Amin singkat. 

“Sakit?” Nina dan si kembar bertanya dan saling menatap satu sama lain. 

“Makasih pak.” ucap Rini pada Pak Amin.

Nina dan si kembar memasuki kelas lalu duduk di bangku barisan paling depan. Mereka memandangi surat izin Fani dan berniat membukanya. 

“Aku penasaran dengan isinya.” kata Nina. 

“Isinya pasti suratlah.” sahut Rini. 

“Iya aku tahu, isi suratnya itu apa?” kata Nina lagi. 

“Kata Pak Amin Fani sakit.” jawab Rina. 

“Iya sih, tapi aku masih belum percaya kalau Fani sakit. Perasaan kemarin dia baik-baik saja.” kata Nina. 

“Apa mungkin karena perkataan Rina, yang ‘jangan sok alim’?” lanjut Nina. 

“Dia sakit hati?” ucap Rini. 

“Aku?” Rina mengarahkan jari telunjuk di depan dadanya, seakan dia tidak mau disalahkan atas tidak masuknya Fani.

Saat yang bersamaan Isna masuk kelas tidak sengaja mendengar kata-kata Nina bahwa Fani sakit. Spontan Isna menghampiri tempat di mana Nina dan si kembar duduk. 

“Apa? Fani sakit?” Isna terkejut. 

“Iya, Apa kau belum tahu? Bukannya kemarin dia bersamamu?” sahut Rina. 

“Iya, kemarin ia bersamaku. Tapi aku tidak tahu kalau dia sakit. Apa mungkin karena kehujanan kemarin?” ucap Isna.

“Kemarin dia kehujanan? Fani paling gampang sakit kalau sudah terkena air dari langit.” sahut Rina.

 Keadaan hening sejenak, lalu bunyi bel masuk sekolah mengakhiri keheningan di antara mereka. Semua murid masuk kelas untuk mengikuti pelajaran.

*******

Bu Wati dan Bu Velisha sedang berbincang-bincang di kamar Fani. Tapi lain halnya dengan David dan Fani yang sedari tadi diam tidak bicara sedikit pun. Hanya saja beberapa kali mereka saling memandang satu sama lain, itu pun tak berlangsung lama. Mungkin karena mereka masih baru pertama bertemu jadi malu-malu kucing.

“Diam saja dari tadi.” ucapan Bu Velisha mengagetkan mereka berdua. 

Fani selalu tersenyum ketika diajak bicara seperti bingung dengan semua yang terjadi. 

“Nanti kalau sudah sembuh, tante tunggu kamu untuk main ke rumah baru tante ya.  Rumahnya tidak jauh dari sini. 

“Iya.” untuk kedua kalinya kalinya Fani menjawab perkataan Bu Velisha dari sekian banyak pertanyaan.

Tiba-tiba di sela perbincangan, telfon masuk dari handphone Bu Velisha. “Sebentar Bu.” Bu Velisha meminta izin untuk mengangkat telfon. 

Setelah menerima telfon Bu Velisha kelihatan buru-buru. “Bu, maaf saya ada urusan mendadak, saya harus segera pulang. Saya akan main lagi ke sini lain waktu.” Bu Velisha berpamitan untuk pulang.

Bu Velisha pulang dengan David. Anak laki-laki yang mempunyai rambut seperti naruto dan gayanya yang sedikit cuek. Fani masih penasaran dengan anak laki-laki yang baru saja ada di hadapannya, David.

“Fani istirahat ya!” suara Ibu membuyarkan pikiran Fani. 

“Iya Bu, terimakasih.” Bu Wati memandang Fani dengan senyuman khasnya. 

“Ibu mau menjemur pakaian di belakang rumah ya.” ujar Ibu. 

“Iya Bu.” Fani bersandar pada papan tempat tidur dengan alas bantal. Juga selimut yang menyelimuti kakinya. Dia memikirkan sesuatu, dia bingung akan sesuatu. Entah apa yang membuatnya bingung. Mungkin tentang dia dan teman-temannya atau anak laki-laki yang bernama David.

*******

Jam menunjukkan pukul 13.01…

“Nina, Rina, Rini.” panggil Isna keluar kelas membawa tas ransel di punggungnya. 

“Iya, ada apa?” Nina dan si kembar menoleh ke sumber suara. 

“Aku berencana ke rumah Fani untuk menjenguknya, tapi aku belum tahu di mana rumahnya.” kata Isna. 

“Apa kalian mau menjenguknya juga? Dia teman kita kan? Aku ikut ya?” ucap Isna panjang lebar. 

“Hmmm, ya sudah setelah pulang sekolah. Kita ganti baju dulu kemudian bertemu di sini lagi ya? Aku tidak tahu rumahmu di mana.” jawab Rini memutuskan. 

“Ok, sepakat! Sampai jumpa..” Isna melambaikan tangan kepada ketiga temannya itu.

*******

Tok… Tok… Tok… Suara orang mengetuk pintu rumah Fani. Tok… Tok… Tok… Suara itu terdengar lagi. Fani mendengar ketukan dari pintu rumahnya. Ia mengira Ibunya pasti tidak dengar, karena Ibu Wati menjemur di halaman belakang rumah. Fani memutuskan ia yang membukakan pintu. Ia berjalan menuju pintu depan rumah dengan keadaan badan sudah mulai membaik dari sebelumnya.

Ketika Fani membuka pintu rumah, ia mendapati anak laki-laki membawa sebuah rantang di tangannya, yang tak lain adalah David. Fani menaikkan satu alisnya seolah bertanya apa tujuan David datang ke rumahnya. 

“Ini makanan dari Ibu.” kata David memberikan rantangnya. 

“Oh ya, terimakasih. Kau mau masuk dulu?” kata Fani. 

“Tidak terimakasih.” David berniat untuk pulang, tapi suara Ibu Wati dari dalam rumah menggagalkan niat David. 

“Fani ada tamu?” Bu Wati berjalan menuju pintu depan. 

“Oh David masuk dulu nak.” ajak Bu Wati. David tidak bisa menolak ajakan Bu Wati. 

“Kamu tunggu sini ya! Fani kamu temani David. Ibu buatkan minum dulu.” ujar Ibu. Fani dan David mengangguk.

“Kau baru pindah ya?” tanya Fani basa-basi. 

“Iya.” jawab David singkat. “Sudah baikan?” David juga berbasa basi. 

“Ya, seperti yang kau lihat.” Fani menjawab dengan sedikit cuek. 

“Kau tidak masuk sekolah?” pertanyaan Fani yang sebenarnya. 

“Tidak, aku izin untuk membantu Ibu pindahan rumah.” jawabnya. Setelah itu sebelum Ibu Wati datang tidak ada perbincagan di antara mereka.

“Menunggu lama ya.” Ibu mengagetkan Fani. 

“Terimakasih David, sampaikan juga pada Ibumu ya.” Ucap Ibu Wati.

“Iya tante” jawab David polos. 

“Ya sudah Ibu tinggal dulu. Masih ada pekerjaan rumah yang harus Ibu selesaikan.” Bu Wati berlalu dari hadapan Fani dan David. 

“Minum saja tehnya.” kata Fani mempersilahkan David. David meminum minuman yang diberi Bu Wati.

Setelah beberapa menit Fani beranjak dari tempat duduknya. 

“Apa kau mau ikut pergi ke taman?” tanyanya. 

“Taman?” jawab David bertanya. 

“Iya, di samping rumah ada taman kecil. Ibu membuatnya untukku.” Fani menjelaskan. Tanpa persetujuan David, Fani berjalan menuju taman yang berada di samping rumah. David mengikutinya dari belakang.

Di taman itu terdapat banyak bunga. Dari bunga mawar, bunga melati, bunga anggrek, dan lain-lain. Di samping itu juga ada beberapa tanaman lain seperti lidah buaya, kunyit juga pohon mangga yang lumayan besar. Menjadikan udara tempat tersebut sejuk dan segar. Di taman juga terdapat ayunan. Biasanya Fani suka bermain ayunan, apalagi ketika ia masih kecil. Suka banget!

Fani duduk di salah satu ayunan yang ada, dan mulai berayun. Sedangkan David, hanya berdiri di bawah pohon mangga merasakan sejuknya udara. 

“Kau tidak mau ayunan” tanya Fani pada David. 

“Apa? Ayunan? Aku kan anak laki-laki kok main ayunan?” jawab David sambil menyilangkan kedua tangannya. 

“Memangnya kenapa? Tidak ada undang-undang yang menagatur boleh tidaknya anak laki-laki main ayunan.” ucap Fani. David hanya menghela nafas panjang dan duduk di ayunan dekat ayunan Fani. Tapi ia hanya duduk, tidak mengayunnya.

Ada empat anak perempuan seusia Fani yang mengendarai sepeda menuju rumah Fani. Fani memicingkan mata, sesekali membuat teropong dari tangannya agar bisa melihat empat anak perempuan yang mengendarai sepeda itu. Setelah keempat anak itu turun dan memarkirkan sepeda di depan rumah Fani. Senyum Fani merekah seperti bunga yang mengembang.

“Fani.” pekik keempat anak itu berlari menghampiri Fani di taman rumahnya.

“Kalian.” ucap Fani bahagia. 

“Bagaimana keadaanmu? Apa sudah baikan? Kau sakit apa? Sampai tidak masuk sekolah.” pertanyaan keluar begitu banyak dari mulut Nina juga Isna dan si kembar. 

“Aku sudah mulai baikan. Aku demam. Mungkin karena kehujanan kemarin juga telat makan. Tapi tenang saja, sekarang akau sudah semakin membaik. Apalagi dengan adanya kehadiran kalian di sini.” kalimat terakhir Fani membuat mereka berempat terharu dan baper. Sesekali mereka berpelukan. Tak menghiraukan keberadaan David.

“Ehm,,” David berdeham menandakan keberadaannya. Ia merasa tidak dianggap kehadirannya. 

“Oh iya maaf.. Teman-teman ini David. Dia tetangga baruku. David ini teman-teman sekolahku.” Fani memperkenalkan mereka. 

“Salam kenal, David.” Isna menyapa David begitu juga Nina dan si kembar. 

“Iya salam kenal juga.” Jawab David tak berekspresi.

“Kau masih memakai jilbab?” Tanya Rina seperti menyindir Fani yang saat itu tidak memakai jilbab. Senyuman Fani memudar akibat perkataan Rina. Rini kembaran Rina yang berada di sebelah Rina menyikut perut Rina ketika mengetahui ekspresi wajah Fani berubah.

“Oh ya tadi di sekolah ada les tambahan loh..” kata Nina mengalihkan pembicaraan. 

“Kita bawakan bukunya untuk kau pelajari. Tapi setelah kau sembuh pastinya.” Ujar Isna. 

“Apa kalin juga akan mengajarinya?” suara David terdengar setelah diam beberapa menit yang lalu. 

“Hmm.. Ya, tapi akan lebih jelasnya guru kita yang menjelaskannya.” Jawab Rini. 

“Ngomong-ngomong kau sekolah di mana?” Tanya Rina pada David. 

“Aku sekolah di SDN Jombang 2.” Jawab David. “Kalian?” tanyanya balik. 

Lihat selengkapnya