UN telah usai, sudah tidak ada pelajaran dari sekolah, hanya pengarahan dan mengerjakan soal-soal untuk persiapan daftar ke sekolah berikutnya.
“Kita sebentar lagi perpisahan sekolah, pasti rindu.” kata Nina.
“Rindu? …. Anak mana?” tanya Rini.
“Rindu itu perasaan.” jawab Nina.
“Rindu itu kerupuk, tahu.” Sahut Fani.
“Hmm… Baiklah, kalian menang.” Nina merasa kalah.
“Oh ya, kira-kira kita menampilkan apa, untuk perpisahan nanti?” tanya Fira membuat semua diam.
“Mungkin aku akan menari bersama si kembar. Bukan begitu?” ucap Nina. Si kembar mengangguk.
“Bukankah kau juga ikut sanggar menari? Apa kau mau ikut kami?” tanya Rina.
“Iya, aku juga ikut.” jawab Fira. Fani dan Isna masih terdiam.
“Kalian?” tanya Rini pada dua anak yang masih terdiam itu. Fani dan Isna saling memandang.
“Bernyanyi dan berpuisi.” celetuk Isna.
“Ha? Apa?” Fani kaget.
KRIIING… KRIIING… KRIIING…
Bel masuk usai istirahat berbunyi. Fani menarik tangan Isna untuk ke kelas lebih dulu dari keempat teman lainnya.
“Kau yakin dengan pertunjukkan kita?” Fani tidak percaya diri.
“Aku ingin kita menampilkan sesuatu yang special waktu perpisahan nanti.” ucap Isna.
“Jadikan ini perpisahan terindah dan termanis.” lanjut Isna.
“Ya setuju, nanti saja bicaranya sekarang kita masuk ke dalam kelas.” kata Fani.
“Anak-anak mohon perhatiannya. Hari Sabtu besok, akan diadakan perpisahan sekolah. Kalian boleh menampilkan sesuatu yang kalian bisa, yang akan dilihat semua wali murid, mulai dari kelas 1-6.” ujar Kepsek Hana.
“Sebelum itu, bersama-sama kalian akan menyanyikan Hymne Guru. Kalian bisa berlatih besok.” Kepsek Hana menambahkan.
Pulang sekolah….
“Isna.” panggil Fani. Isna mendekat pada Fani.
“Aku akan ke rumahmu nanti. Di belakang kita ada Yunita dan lainnya.” kata Isna meninggalkan Fani. Fani pun pulang. Setelah berganti pakaian ada seseorang mengucapkan salam dari depan rumah, yang tak lain adalah Isna. Fani langsung membukakan pintu untuknya.
“Isna kau sudah sampai. Maaf Ibuku sedang sibuk di dapur jadi tidak bisa keluar. Apa kau mau minum?” kata Fani mengajak Isna ke taman samping rumahnya.
“Tidak perlu.” jawab Isna.
“Bagaimana masalah pentasnya?” tanya Fani penasaran.
“Sebelumnya maaf ya, tadi ada Yunita dan lainnya jadi aku memotong pembicaraanmu. Aku pikir mereka akan meledekmu lagi.” Isna meminta maaf.
“Iya, aku mengerti.” ucap Fani memahami.
“Kau jago membuat puisi bukan? Aku berencana kita akan bernyanyi dan di sela-sela lagu nanti kau bacakan puisi buatan kau. Bagaimana?” tutur Isna.
“Ide yang bagus, puisiku tak seindah sastrawan.” Fani masih merasa tidak percaya.
“Tidak mengapa sayang, apa salahnya untuk mencoba.” sahut Ibu dari teras rumah dengan senyumnya menyemangati Fani. “Baiklah!”
Malam hari tiba, tampak bulan bersinar sendiri tanpa bintang. Fani melihat kejadian itu. Ia berpikir bulan pati kesepian. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ketika nanti ia akan sendirian seperti bulan itu. Ia berpisah dan sendiri tanpa sahabatnya. Kata hati Fani itu dapat menjadi inspirasinya dalam pembuatan puisi.
Hari Jumat….
Sepulang sekolah anak kelas 6 berkumpul di aula untuk latihan paduan suara menyanyikan Hymne Guru. Dilanjutkan untuk berlatih para anak yang pentas di waktu perpisahan besok.
“Fani, maaf ya jika aku ada salah sama kau.” kata Isna sedih.
“Hm? Iya, tapi jangan mellow seperti itu dong. Seperti kita tidak akan bertemu lagi.” kata Fani.