“Assalamu’alaikum.” Fani memasuki kelas 7 M yang begitu gaduh dan riuh. Banyak teman Fani yang pergi ke kantin untuk membeli makanan.
“Wa’alaikumsalam.” Yang menjawab salam Fani hanya sebagian anak saja dari begitu banyak temannya.
“Lama sekali.” Kata Della.
“He..” Fani meringis.
“Kasihan sekali Fani, istirahat tinggal lima belas menit lagi.” Ucap Rima yang berada di belakang Fani.
“Memang konsekuensi ikut kelas olimpiade seperti itu.” Sahut Intan dari bangku yang bersebrangan dengan bangku Rima.
Berselang beberapa detik saja, Elly dan Najwa datang dari kantin. Najwa membawa beberapa snack saja sedangkan Elly terlihat sangat kerepotan membawa dua mangkok berisi makanan berkuah. Dengan reflex, Fani langsung menyambut salah satu piring yang sedang dibawa Elly berniat untuk membantu membawakannya.
“Itu untukmu.” Kata Elly pada Fani.
“Maksudnya?” tanya Fani tidak mengerti.
“Aku sengaja membelikannya untukmu. Dan ingat aku tidak mau jika kau menggantinya. Aku lebih ikhlas jika kau terima dengan sukarela.” Ujar Elly.
“Terimakasih adiknya Park Jinyoung.” Kata Fani.
“Kau menyebutnya dengan benar. Apa aku harus membelikanmu makanan setiap hari, agar kau mengucapkan namanya dengan benar?” ucap Elly.
“Jika kau mau melakukannya, boleh saja. Aku akan menerimanya dengan senang hati.” Jawab Fani.
Elly hanya menghela nafas panjang. Seolah kecewa dengan kalimat yang baru saja ia ucapkan.
KRIIING...........
Belmasuk berbunyi, Fani segera menghabiskan makanannya, lalu mengembalikan mangkuknya ke kantin tempat Elly membeli makanannya.
“Fani, apa kau sudah mengerjakan pr matematika?” tanya Intan mendekati bangku Fani.
“Sudah, memangnya kenapa?”
“Aku boleh meminjamnya?”
“Apa kau belum mengerjakannya?” tanya Fani.
Intan menggelengkan kepalanya. “Seharusnya kau mengerjakan pr, karena pr adalah pekerjaan rumah bukan pekerjaan sekolah.” Kata Fani mencoba menasihati Intan yang seringkali lupa untuk mengerjakan pr.
“Fani, kau dicari seseorang. Katanya cepat.” Kata Tiara yang berada diambang pintu kelas.
“Sebentar ya Intan.” Fani meninggalkan Intan sendiri dan ke luar kelas untuk menemui orang yang sedang mencarinya.
“Puni, apa?” tanya Fani yang terlihat bertanya-tanya.
“Kita pembiaan sekarang. Gurunya sudah menunggu.” Jawab Puni teman yang Fani kenal dalam kelas olimpiade matematika.
“Iya, aku ambil buku dulu.” Kata Fani masuk ke dalam kelas dan mengambil buku khusus untuk pembinaan olimpiade kemudian segera enyah dari hadapan temannya.
Teman-teman Fani yang melihat gerak-gerik Fani merasa tergesa-gesa sendiri karena pembawaan Fani yang sedang tergesa-gesa. Intan yang masih berdiri di samping bangku Fani, bertanya apa yang terjadi? Dan dia belum mendapatkan sesuatu yang ia minta dari Fani yaitu buku tlis matematika milik Fani.
Intan sedikit merasa Fani tidak dianggap keberadaannya. Intan juga berpikir jika Fani mungkin sudah lupa dengannya akibat teman baru Fani yang bernama Puni.
Dia berjalan menuju bangkunya dengan wajah ditekuk. Najwa yang berada di sampingnya tidak tahu menahu tentang sesuatu apa yang menimpa teman sebangkunya itu.
“Kau kenapa?” tanya Najwa.
“Apa Fani sudah berubah?” Intan balik bertanya.
“Kenapa kau bicara seperti itu?”
“Dia tidak menggubris perkataanku. Aku meminjam buku matmatikanya, tapi ia malah pergi meninggalkanku.” Jawab Intan denga nada kesal.
“Mungkin dia ada pembinaan olimpiade lagi.” Ucap Najwa mencoba membujuk Intan yang sedang merajuk.
“Tapi dulu Fani tidak sepeti itu. Dia perhatian padaku, tapi sekarang?”
“Sudahlah, kita harus positif thinking terhadap Fani. Kau juga tahu kan kalau Fani itu baik?” ujar Najwa mencoba merayu Intan yang merajuk.
Jam pulang sekolahpun tiba. Fani baru selesai mendapat pembinaan olimpiade. Fani segera menuju kelas dan mendapati tiga temannya yaitu Rima, Elly, dan Della yang sedang memasukkan buku-buku ke dalam tas ereka masing-masing.
“Kau, baru selesai?” tanya Rima pada Fani.
“Iya, hari ini terakhir aku pembimbingan.”
“Memangnya kau akan keluar dari kelas olompiade?” tanya Elly.
“Tidak, maksudku. Besok aku akan mengikuti olimpiade di salah satu SMA Negeri, jadi hari ini memang sangat serius untuk bimbingannya.”
“Oh seperti itu ya...”
Intan dan Najwa sudah pulang ya.” Kata Fani.
“Tadi Intan terlihat moodnya kurang bagus, entah kenapa?” jawab Della.
“Aku dengar, dia merajuk karena Fani.” Sahut Rima.
“Karena aku?” Kenapa?” tanya Fani.
“Tidak tahu?” Elly mengangkat bahunya.
Fani tetap berpikir sikap atau perkataannya yang mana yang membuat mood Intan tidak enak. Setelah beberapa menit, mereka keluar dari sekolah menuju depan gerbang. Ayah Elly sudah menunggu di dekat gerbang untuk menjemputnya. Sedangkan Rima, Della dan Najwa. Mereka menuju tempat parkir, untuk mengambil sepeda.
Baru dari sanalah, Fani mulai ingat dan menyadari apa yabg membuat mood Itan tidak enak hari ini.
“Apa karena aku lupa belum meminjamkan buku tulis matematikaku padanya?” ujar Fani.
“Buku matematika? Sewaktu kau dipangil Puni, teman olimpiademu itu?” tanya Della, yang mengingat Intan tadi sempat berdiri di dekat bangku Fani seperti sedang menunggu sesuatu.
“Iya. Aku tadi sangat bingung. Jadi aku lupa belum memberikan bukuku padanya.” Jawab Fani.
“Aku sangat menyesal, mebuatnya sedih.” Lanjutnya menunduk.
“Sudah, kau jangan ikut bersedih juga. Kau harus menjelaskannya besok. Agar tidak ada salah paham lagi di antara kalian.” Usul Rima.
*******
Pukul 06.00 Fani berangkat sekolah dengan otak yang sudah memikirkan sesuatu tentang Intan. Serta menyiapkan hati juga mental untuk menjelaskan permasalahan yang ia hadapi pada Intan agar di antara mereka tidak terjadi salah paham yang berlarut. Fani memasuki sekolah dengan perasaan gelisah. Belum selesai ia mengatasi grogi yang melanda dirinya sejak pagi tadi. Sekarang ia harus menangani permasalahan lain dirinya dengan Intan.
Dari depan kelas, Fani melihat Intan yang duduk di sebelah Najwa. Intan pun melihat keberadaan Fani di depan kelas. Fani mengatur ritme nafasnya dan mengucapkan salam tanpa terlihat grogi.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
“Intan, aku mau bicara denganmu.” Kata Fani.
Intan memalingkan sebagian mukanya, sepertinya ia belum bisa move on dari permasalahan kemarin.
Ketika hendak melangkah masuk kelas dan melanjutkan kalimat selanjutnya. Suara menghentikan pergerakan Fani.
“Fani, aku mencarimu dari tadi. Kau ke mana saja? Ayo, semua teman-teman yang lain sudah berkumpul. Lima belas menit lagi kita berangkat. Kita di suruh berkumpul sekarang di halaman depan putera.” Kata Puni dengan tiba-tiba dari arah belakang Fani dan menyaut lengan tangan Fani, menggandengnya lalu mengajaknya enyah dari depan kelasnya dan mengurungkan niatnya untuk menjelaskan kesalah pahaman di antara dia dan Intan.
Intan yang ditinggal Fani. Ia semakin dibuat kesal dengan tingkah Fani.
“Setelah memangilku, dia malah meninggalkanku. Bgaimana sih.” Ucap Intan.
“Dia ditarik Puni, apa kau tidak melihatnya?” kata Della.
“Tidak.” Jawab Intan sewot.
“Makannya jangan cuek dengan temanmu.” Jawab Della.
“Kau membelanya. Jelas-jelas dia yag salah. Dia tidak memperhatikan sahabtanya sendiri. Padahal dia sendiri yang berkata bahwa sahabat akan ada di saat susah dan senang.” Kata Intan tanpa henti menyelahkan Fani.
“Apa kau tahu, hari ini Fani akan melaksanakan lomba olimpiade matematika?” tanya Elly.
“Tidak, dia tidak memberi tahuku.” Jawab Intan.
“Dia itu sibuk untuk mempersiapkan olimpiade, makannya mungkin seperti tidak memperhatikanmu. Namun yang sebenarnya adalah dia merasa menyesal ketika mengetahui kau merasa badmood karena dirinya.” Rima mencoba menjelaskan.
Karena perkataan Rima hati Intan merasa sedikit tertohok. Dia seakan berhenti bernafas, karena berpikir bahwa dia itu egis, tidak memperdulikan Fani. Ia berusaha melupakan kejadian yang telah terjadi di antara mereka.
*******
Kemarin adalah hari yang mungkin bukan hari terbaik bagi Fani. Setelah kejadiannya dengan Intan. Ketika lomba olimpiade Fani belum bisa mengharumkan madrasahnya melalui prestasinya. Namun dia selalu mensyukuri dari apa yang ia dapatkan. Ia bersyukur. Dengan mengikuti olimpiade di luar sekolah. Ia mendapat pengalaman dan wawasan soal-soal baru matematika dan juga teman baru.
Dan hari ini adalah hari Senin. Mata pelajaran hari ini yang membuat Fani sedikit khawatir adalah IPA. Karena kemarin ia tidak mengikuti pelajaran IPA, pasti banyak catatan yang dilewatkan Fani pada jam pelajaran IPA.
Fani menyusuri jalan menggunakan sepeda yang selalu menemaninya ke manapun ia pergi. Sampai diparkiran Fani yang beangkat bersama Rima mendapati Intan dan najwa yang sedang berjalan dari toko dekat sekolahan.
“Intan.” Panggil Fani, pandangan Fani tertuju pada Intan yang membawa buku di tangannya.
“Intan aku ingin menjelaskan...” kata Fani setelah mendekati tempat keberadaan Intan dan Najwa.
“Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi. Semua sudah jelas.” Sela Intan.
“Ini buku IPA. Kemarin lumayan banyak mencatat, jadi aku pikir kau akan membutuhkanya.” Lanjut Intan, menyerahkan buku yang ia tadi ia bawa.
“Kau tidak marah padaku?” tanya Fani tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Tidak, aku yang egois, tidak mengerti keadaanmu, maaf ya.” Jawab Intan.
“Iya tidak apa-apa. Kau sudah mengetahuinya itu sudah cukup.” Kata Fani.
“Ya sudah, jangan berbincang di sini. Ayo kita masuk.” Ajak Najwa yang merasa dirinya serta Rima terkacangkan oleh mereka berdua.
Jam pelajaran demi jam pelajaran telah dilalui hari ini. Fani merasa beruntung mempunyai teman-teman yang perhatian dan peduli padanya.
“Intan. Bolehkah aku membawa pulang buku catatan IPA milikmu?” tanya Fani.
“Jelas boleh dong.” Intan menjawab pertanyaan Fani dengan senang hati.
*******
Entah apa yang terjadi, jam alarm milik Fani tidak berbunyi. Sampai membuat Fani tidak melaksanakan sholat tahajud hari ini. Ia pun bangun untuk menunaikan sholat subuh hari ini, harus dibangunkan Ibu Wati terlebih dahulu. Dan waktu itu sudah menunjuk pukul lima. Sehinga membuat Fani terkena siraman rohani dari Ibu Wati.
Segera ia mengambil wudhu dan bersiap-siap untuk pergi berangkat ke sekolah. Ia menyiapkan dengan tergesa-gesa, seperti bukan dirinya pada hari ini. Fani tidak pernah tergesa-gesa seperti ini sebelumnya. Tapia pa dikata. Ini telah terjadi pada Fani. Dia harus cepat untuk segera berada di sekolah.
Syukur sekali, Fani tepat berada di ambang pintu gerbang ketika bel masuk berbunyi. Ia segera menuju halaman untuk menu aikan sholat dhuha berjama’ah.
Pukul 07.30 Sholat dhuha usai semua anak memasuki kelasnya masing-masing.
“Fani.” Panggil Intan.
“Iya.”
“Buku catatan IPA ku.” Kata Intan. Fani sudah mengetahui apa maksud perkataan Intan tanpa harus Intan menanyakan keberadaan bukunya. Bergegas ia mencari Buku catatan IPA milik Intan di dalam tasnya. Namun Jantun Fani berpacu. Seperti melodi yang rancu. Ia tidak menemukan Sesutu yang ia cari.
“Buku catatanmu,…..” Fani memulai pernyataannya.
“Kenapa bukuku?” Tanya Intan yang belum mengerti maksud kata-kata Fani.
“…….tidak ada di tasku.” Lanjut Fani terbata.
“Apa?” Intan terkejut dengan perkataan Fani.
“Iya, tidak ada.” Fani nmencoba mencari bukunya sekali lagi, namun tidak bertemu juga.
“Apa kau yakin? Kau meninggalkannya di rumah? Terus bagaimana dengan pr ku?” Intan mencerca Fani.
“Maafkan aku. Aku lupa, tadi aku tergesa-gesa dan bukunya tertinggal. Maaf.” Fani merasa telah melakukan kesalahan yang ia pikir dia tidak akan dimaafkan Intan lagi. Ia menunduk merasa menyesal.
“Kau memang tidak perduli lagi denganku.” Intan mengucapkan itu pas di depan wajah Fani lalu enyah dari hadapan Fani.
“Intan.” Teriak Fani mencoba menghentikan langkah Intan. Namun Intan tidak menggubris panggilan Fani sedikitpun. Intan terus berjalan ke depan. Menjauh meninggalkan Fani.
Fani bingung, karena Intan tidak mau mendengarkan kata Fani yang ingin menjelaskan semuanya. Tapi memang Fani salah dalam hal ini dan hal itu membuat Intan sakit hati dan kecewa dengan perbuatan Fani.
“Bagaimana ini? Intan ke mana? Kalau dia tidak ada di kelas, kita jawab apa jika ditanya gurunya?” tanya Najwa yang ternganga melihat kejadian yang baru saja terjadi.
“Aku, aku memang salah. Tapi aku tidak pernah berpikir untuk tidak memerdulikannya.” Kata Fani terbata menahan air menetes dari matanya.
Fani pun ke luar kelas dan mencari keberadaan intan.
“Sekarang, jam pertama sudah dimulai. Pasti tidak ada lagi kantin yang buka. Terus ke mana? Perpus? UKS? Atau BP? Apa mungkin kamar mandi? Kamar mandi mungkin temat yang masih masuk akal sebagai tempat pelarian Intan.” Pikir Fani.
Dia mencari ke kamar mandi sebelah UKS, namun tidak ada orang sekalipun di sana. Ia mencoba mencari ke kamar mandi dekat koperasi siswa, namun di sana juga tidak menemukan Intan. Tinggal satu tempat kamar mandi yang belum Fani datangi. Kamar mandi itu berada di dekat ruang kelas 8M. Fani segera menuju ke sana dengan berlari kecil.
Benar Intan berada di sana. Ia duduk di bangu yang berada di dekat kamar mandi. Dia terlihat sangat marah dan menakutkan bagi Fani.
“Intan.” Panggil Fani.
Intan spontan menoleh dan langsung membuang mukanya ketika mengetahui yang memanggilnya adalah Fani.
“Intan maafkan aku. Tapi aku mohon jangan meninggalkan kelas tanpa keterangan. Kau bisa memakai bukuku untuk mengumpulkan pr. Jadi kau tidak perlu mangkir seperti ini.” Ujar Fani.
“Kau kenapa ke sini? Kau masih ingat denganku? Kau lupa mebawa bukuku. Memangnya kau tidak berpikir jika aku tidak mengumpulan pr dan aku akan dihukum. Kau tahu kan bagaimana sifat guru IPA kita?” kata Intan dengan ngotot menyalahkan Fani sepenuhnya.
“Iya aku tidak mau melihat temanku dihukum. Jadi kau bisa memakai bukuku. Oke.” Kata Fani mebujuk Intan agar kembali lagi ke kelas.
“Baiklah.” Intan berdiri dari duduknya dan berjalan mendahului Fani menuju kelas.
Mata pelajaran IPA berlangsung selama dua jam pelajaran. Namun entah mengapa hari ini guru yang mengajar kelas Fani tidak kunjung datang. Dalam hati, Fani berdo’a agar gurunya ada urusan seingga menyebabkannya tidak dapat mengisi jam pelajaran di kelas Fani.
Dan do’a itu terkabul. Guru IPA Fani tidak mengajar hari ini. Karena izin ada kepentingan yang tidak dapat ditinggal. Walaupun masih tetap mendapat tugas untuk mengerjakan LKS. Tapi, paling tidak beban Fani berkurang satu masalah. Ia berpikir bahwa akan lebih mudah membujuk Intan dan membuatnya kembali tidak marah kepadanya.
KRIIING....
Bel sekolah berbunyi, Fani memasukkan buku pelajaran ke dalam tasnya bersiap akan pulang.
“Intan, kau langsug pulang?” tanya Fani menghentikan langkah Intan yang akan menuju ke luar kelas.
“Iya.” Jawab Intan singkat dan tanpa melnatap mata Fani yang berharap jawaban dari Intan. Dia segera melanjutkan jalannya.
“Apa kalin masih marahan?” tanya Elly.
Fani tersenyum masam sembari mengangkat bahunya.
“Sudah, ayo kita pulang. Aku sudah minta tolong pada Najwa untuk membujuk Intan agar tidak marah terlalu lama.” Sahut Della.