Strange Her

Maulida Zarotul Azizah
Chapter #1

Satu : Dewa Putra

‘‘Erin mau nggak jadi pacar aku?’‘

---

Kalimat itu terus terngiang-ngiang di pikiran Erin. Bahkan, ia sampai tak fokus dalam menemani Mama memasak. Dan tampaknya, Mama menyadari keanehan pada putri semata wayangnya itu.

‘‘Kenapa, sayang?’‘ tanyanya sambil tetap mengaduk centong di dalam panci panas.

‘‘Nggak apa, Ma.’‘

Tentu saja Mama tidak percaya dengan jawaban itu. Sebelumnya, Erin selalu bersemangat dan tak mau diam ketika menemani Mama masak di dapur. Meski tak membantu sepenuhnya, menurut Mama, dengan adanya Erin di dapur juga sudah cukup.

‘‘Selama 15 tahun 10 bulan jadi anak Mama, kayaknya Erin nggak pernah diajarin bohong, deh,’‘ sahut Mama yang kini menatap lekat Erin. Cewek itu mulai gelisah dibuatnya.

Erin menggeleng seakan tak setuju dengan perkataan Mama tadi. ‘‘Erin nggak bohong, Ma,’‘ tangkisnya.

Senyum terukir di wajah awet muda Mama. Sebagai seorang ibu, pastilah ia hapal betul kelakuan dan kebiasaan anaknya. ‘‘Iya. Tapi Erin nutupin sesuatu dari Mama. Apa sih?’‘

‘‘Ma, selesain masak aja dulu!’‘ usul Erin panik. Beginilah ia, karena tak terbiasa berbohong, sekalinya ada yang ditutupi akan langsung terlihat.

‘‘Haduh, Erin kenapa sih? Mama kan masak rendang. Emang harus ditungguin. Masa diaduk-aduk?’‘ goda Mama membuat Erin semakin gelisah dan tidak tenang.

Mama mengecilkan kompor lalu tangannya bergerak ke pundak Erin dan menggiringnya ke ruang tengah. ‘‘Erin harus cerita kalau mau makan.’‘

‘‘Kan Erin lapar,’‘ sungut cewek yang sudah kelas 11 itu. Ia duduk bersila di atas sofa--tepat di samping Mama.

‘‘Yaudah, malam ini jangan makan rendangnya.’‘

‘‘Iya nggak apa. Erin makan mie,’‘ kata Erin santai. Ia senang membuat Mamanya gemas dan akan langsung tertawa terbahak-bahak begitu--

Mama menepuk dahinya. Tawa Erin meledak begitu saja selang sedetik kemudian. Gotcha, Mama! batin Erin dalam hati. Mama paling benci ketika Erin makan mie. Karena menurutnya, tidak sehat. ‘‘Erin nggak mau cerita, Ma.’‘

‘‘Mau cerita kapan? Daripada Mama panggil Papa untuk dengerin juga.’‘

‘‘Jangan!’‘ pekik Erin tiba-tiba. Ia sangat tahu kalau Papanya itu tukang ledek. Bisa-bisa Erin menangis semalaman karenanya.

Mama tertawa kecil, ‘‘Then, cerita dong ke Mama.’‘

Hening beberapa saat ketika Erin memutuskan untuk memikirkannya. Padahal, memang sejak sepulang sekolah tadi ia berniatan untuk menceritakannya pada Mama. Namun, entah kenapa, ia merasa malu. ‘‘Misalnya Erin suka sama cowok gimana, Ma?’‘

‘‘Bagus. Berarti anak Mama normal,’‘ jawab Mama bercanda seperti biasa. ‘‘Sudah waktunya juga, kok. Mama nggak boleh dan nggak bisa larang.’‘

Bibir Erin tersenyum samar. ‘‘Kalo cowok yang suka Erin?’‘

Lihat selengkapnya