Di dalam ruang OSIS tempat rapat dilaksanakan, cowok itu terus bergerak gelisah. Padahal, rapat baru dimulai beberapa menit yang lalu dan bahkan belum menyentuh intinya. Namun Dewa Putra sudah tak sabar untuk mengakhiri dapat dan segera berlari ke depan gerbang.
‘‘Ada yang mau ditanya lagi nggak, soal bahasan kita?’‘ tanya Tristan, ketua OSIS yang masa jabatannya hampir habis dan akan segera digantikan oleh Dewa Putra.
Dewa Putra memberikan tatapan tajam kepada siapa saja yang berniat bertanya. Karena ia sudah sangat sabar menunggu rapat itu selesai. Alhasil, tak ada yang berani mengangkat tangan. ‘‘Hmm, yaudah. Boleh balik kalau gitu. Hati-hati,’‘ kata Tristan lalu merapihkan barang-barang miliknya.
‘‘Han, nongkrong nggak?’‘ pertanyaan itu ditujukan pada Dewa Putra.
‘‘Sorry. Skip dulu. Kalau sempet, gue nyusul.’‘
Kepala Tristan mengangguk-angguk. ‘‘Duluan, bro!’‘
---
Usai memastikan ruang OSIS sudah kosong dan tertutup aman, Dewa Putra bergegas ke gerbang depan. Langkahnya cenderung berupa lompatan kecil, hampir berlari. Ia langsung tersenyum lebar begitu melihat punggung ber-tas hijau tosca. Erin masih menunggunya.
‘‘Erin!’‘ panggilnya dari jauh. Seperti dirinya, Erin juga tersenyum. ‘‘Lama ya?’‘
‘‘Nggak apa-apa. Udah biasa juga kok jam segini belum pulang.’‘
‘‘Emm, mau pulang kapan?’‘
‘‘Sebentar lagi ya,’‘ kata Erin pelan. ‘‘Mau makan dulu nggak, Dewa Putra? Erin lapar.’‘
‘‘Nggak nanti di jalan aja?’‘
Erin menggelengkan kepala. ‘‘Ribet kalau nanti berhenti di tengah jalan. Yang ada sampai rumahnya bisa kemalaman.’‘
‘‘Emangnya kamu mau makan apa?’‘
‘‘Kantin masih buka kan?’‘
‘‘Iya. Mau?’‘
‘‘Mau.’‘
Keduanya berjalan kembali ke dalam sekolah yang masih lumayan ramai. Meskipun jam pulang sekolah telah lewat beberapa jam lalu, kegiatan ekskul yang dilaksanakan membuat sekolah tak kunjung sepi.
Sesampainya di kantin, Dewa Putra memilih tempat duduk yang masih kosong, sehingga akan lebih terkesan privasi untuk mereka mengobrol.
‘‘Kamu suka banget makan ya, ternyata,’‘ ucap Dewa Putra lalu menyeruput es lemon nya.’‘Padahal, tadi pas kerjain tugas udah kayak nggak bisa rasain lapar.’‘
‘‘Soalnya lagi pulang sore begini. Kalau nggak makan nasi, maag Erin bisa kambuh,’‘ jelas Erin. Tangannya menyendok nasi gila yang ia pesan. Menu favorit Erin setelah donat yang dijual Ibu Piscok.
Raut wajah Dewa Putra berubah cemas. ‘‘Selesai makan, langsung pulang aja kalau gitu.’‘
‘‘Sebentar lagi Dewa Putra. Maaf ya, sekarang Erin yang nyuruh tunggu. Kalau pulang bareng Erin, harus begini, maaf.’‘