Strange Her

Maulida Zarotul Azizah
Chapter #5

Lima : Mi Ayam

Betapa bodohnya kedua cowok itu.

Ketika Tristan sudah mengantar motor Dewa Putra, ia meminta diantar kembali ke tempat tongkrongan dekat sekolah. Sementara saat di tengah jalan pulang, Dewa Putra juga ingin nongkrong, jadi ia putar balik. Singkat cerita, mereka muter-muter.

‘‘Sumpah bego banget deh!’‘ seru Tristan menepuk-nepuk pahanya sendiri saking tergelaknya. ‘‘Mending lo aja yang kesini naik angkot.’‘

‘‘Siapa yang bego? Kalo lo mah emang, banget malah.’‘

‘‘Lagian, kok bisa sampe lupa? Terus tadi lo ke rumah naik apa? Haduh, man, gue tahu sebentar lagi gue mau UN. Tapi nggak berarti tiap ngobrol gue harus mikir, dong. Ayolah, kenapa bisa?’‘

Dewa Putra berdecak. Kakak kelas yang sudah menjadi sohibnya ini memang terkadang sangat-sangat-sangat bawel. ‘‘Gue enek. Pertanyaan lo melebihi nenek gue kalo gue pulang telat, Tan.’‘

‘‘Habisnya penasaran. Ketua OSIS yang super teliti ini masa bisa pikun sih?’‘

‘‘Ralat, calon. Karena ketuanya masih lo, Tan.’‘

‘‘Oh iya. Oke. Jelasin, sekarang. No tunda-tunda, Rayhan.’‘

‘‘Tadi gue bareng gebetan.’‘

Mata Tristan membelalak lalu ia bersiul, ‘‘Erin maksud lo?’‘

‘‘Eh, anjrit. Gue bukan Genta yang gebetan nya melibihi jumlah guru disini, ya. Siapa lagi kalo bukan Erin?’‘

Kening Tristan langsung berkerut. ‘‘Tapi sumpah, gue masih bingung. Katanya bareng, motor nggak dibawa. Terus gimana sih? Ah, gue jadi mikir lagi kan!’‘ rutuk cowok itu gregetan sendiri.

‘‘Bareng sama Papanya.’‘ jawaban ini langsung membuat Tristan kembali terbahak-bahak. Terbatuk beberapa kali bahkan tidak menghentikan tawanya yang menggelegar.

‘‘Whats up, gucci gang!’‘

Kepala Dewa Putra dan Tristan menoleh berbarengan kearah sumber suara. Ada yang baru datang rupanya.

‘‘Genta dateng, bubar!’‘ seru Dewa Putra seraya menepuk pundak Tristan seakan memberi kode untuk bangkit.

‘‘Ah, sialan,’‘ gumam Genta pura-pura ngambek.

‘‘Tau nih, Rayhan. Udah, duduk duduk,’‘ ucap Tristan. Tangannya mengelap kursi kosong di sebelah kiri nya dengan sapu tangan yang ia selalu bawa.

Genta langsung nyengir, duduk dan berkata, ‘‘Makasih, Yang Terhomat Tuan Muda Tristan.’‘ Ia membungkukkan badannya sebelum benar-benar duduk.

Lihat selengkapnya