‘‘Gimana, Rin? Nomornya dapet?’‘
‘‘Mama,.. Erin lagi mikirin banyak hal. Nggak cuma nomor Dewa Putra. Tadi mau minta, tapi Erin milih ngerjain tugas.’‘
Mama tersenyum jahil lalu terkekeh, ‘‘Bilang aja lupa atuh.’‘
‘‘Iya, iya. Selain bodoh, Erin juga pikun,’‘ kata Erin lalu melengos pergi masuk ke kamar. Tanpa menghiraukan candaan Mama seperti biasanya.
---
Erin tahu dirinya bodoh. Genta sudah seringkali mengatakannya. Tapi ia wajar. Karena memang kenal dan Genta tahu seperti apa dirinya. Dan itu juga dalam konteks yang Erin bisa baca, paling-paling hanya bercanda. Namun, ketika para orang tidak dikenal dengan suara asing itu yang mengatakan, Erin perlu memikirkan apa maksudnya.
Jam istirahat kedua sudah hampir berakhir. Namun tidak berefek apa-apa pada Erin. Sebab ia tidak benar-benar istirahat sejak tadi. Untung saja selama di rumah, Mama tidak curiga dan berpikir diamnya Erin hanyalah ‘sisaan sakit’ kemarin.
‘‘Rin, anak PMR, kan?’‘
‘‘Iya.’‘
‘‘Jeha mimisan. Bisa bantu nggak?’‘
Erin yang tengah melamun langsung gelagapan. Perlu beberapa detik untuknya meraih kesadaran penuh. ‘‘Iya, bisa. Jehanya mana?’‘
‘‘Lagi ke kamar mandi. Ngebasuh tangan sama seragamnya yang ketetesan,’‘ sahut teman sekelas Erin. Kemudian jarinya menunjuk kearah pintu kelas seiring dengan kedatangan teman sekelas Erin lainnya, Jeha. ‘‘Oh iya, tadi istirahat pertama juga sempet muntah.’‘
‘‘Jeha, ke UKS, yuk,’‘ ajak Erin seraya memapah Jeha yang sudah lemas. ‘‘Masih kuat jalan, kan?’‘
Kepala Jeha mengangguk menandakan dirinya masih sanggup berjalan dengan bantuan Erin.
Di perjalanan menuju UKS, Erin bertemu anggota PMR lain yang lekas menuju UKS terlebih dahulu untuk mempersiapkan ruangan. Jadi sesampainya disana, Jeha tinggal ditangani.
‘‘Jeha, ditemenin Beatrice aja nggak apa? Soalnya sekarang bukan jam tugasnya Erin. Nanti yang ada Jeha ikut diomelin guru jam pelajaran. Nggak apa?’‘
‘‘Iya, nggak apa, Rin. Makasih, ya,’‘ ucap Jeha yang telah merebahkan diri di kasur UKS dengan tentram.
Erin mengulas senyum senang. ‘‘Erin udah bikinin surat izin, kok. Oh ya, Beatrice, kalau ada apa-apa, kasih tahu Erin, ya.’‘ Setelah mendapat anggukan dari Beatrice, Erin melangkah keluar UKS. Namun ada yang lupa ia katakan, ‘‘Jeha istirahat aja. Kalau ada catatan dari guru, Erin fotocopyin buat Jeha.’‘
Kali ini Jeha yang tersenyum manis. ‘‘Makasih banyak ya, Rin. Maaf ngerepotin.’‘
Erin berderap menuju kelas kalau saja tidak bertemu Genta.
‘‘Lo sakit lagi?’‘ tanya Genta menekankan pada kata ‘lagi’.
‘‘Genta dikibulin siapa?’‘ Erin berbalik bertanya penuh keheranan.
Genta mengangkat alisnya dengan mata melebar. ‘‘Lho, gue denger lo ke UKS.’‘