Erin dan Dewa Putra berjalan bersisian. Lingkungan sekolah mereka memang dekat dengan wilayah kampus dan pusat street food. Jadi, tidak perlu berjalan terlalu jauh untuk mencari makan.
‘‘Belum lapar, Dewa Putra,’‘ ujar Erin sebelum Dewa Putra bertanya.
‘‘Iya, nggak apa-apa.’‘
‘‘Rin, keliling kampus, yuk!’‘ ajak Dewa Putra seraya menunjuk bangunan di dekat mereka.
Erin membelalakan matanya. ‘‘Emang boleh?’‘ tanyanya. ‘‘Nanti kita ganggu.’‘
‘‘Boleh, lah. Kalau Erin mau keliling sambil nyanyi dangdut pake sound system, itu baru disebut ganggu.’‘
‘‘Oh … Yaudah.’‘
Erin mengikuti Dewa Putra dari belakang. Penampilannya selalu dapat Erin bayangkan ketika memejamkan mata barang seperdetik. Seragam yang dimasukkan tanpa dasi, namun beberapa kancing atas seragamnya terbuka sehingga menampilkan kaus hitam oblongnya. Rambut berjambul dan sedikit berantakan.
Dewa Putra keren banget, batin Erin.
‘‘Erin malu ya, jalan sama aku?’‘
Tak ingin cowok itu berpikir yang macam-macam, Erin membantah, ‘‘Nggak kok.’‘
‘‘Terus?’‘
‘‘Seneng.’‘
Erin yang terlebih dahulu tersenyum. Tidak mencapai satu detik, Dewa Putra ikut memamerkan jajaran giginya yang rapih.
‘‘Itu fakultas hukum,’‘ kata Dewa Putra sementara jarinya menunjuk bangunan besar di sebelah kiri mereka. ‘‘Jurusan impian aku, hahaha.’‘
‘‘Amin.’‘
‘‘Makasih, Rin. Kalau kamu?’‘
‘‘Erin mau masuk ke Sastra Inggris aja. Nanti jadi penerjemah pribadinya turis-turis kece. Nah, sembari nunggu kuliah selesai, Erin mau jadi guru PAUD atau TK.’‘
Cengiran berubah menjadi lengkungan manis di wajah Dewa Putra. ‘‘Walaupun nggak satu jurusan, mungkin kita bisa satu universitas, Rin,’‘ ucap Dewa Putra penuh harap. ‘‘Ya, semoga.’‘
‘‘Amin. Tapi kalau dilihat dari kepintarannya Dewa Putra, peluang kuliah di luar negerinya lebih besar daripada peluang untuk ngampus di PTN.’‘
---
Sekitar setengah jam setelah kembali ke sekolah dengan perut kenyang, Mama datang dengan motor matic kesayangannya. Terlihat anggun sekaligus trendi.
‘‘Huh, untung aja Dewa Putra nggak jadi bareng, ya. Kalau jadi, mau duduk dimana coba? Masa kita cengtri? Hahaha …’‘
Dewa Putra ikut tertawa sementara Mama tersenyum meledek. ‘‘Gimana, tadi udah makan?’‘ tanya Mama.
‘‘Udah. Di deket kampus situ, Ma.’‘ Erin yang menjawab kali itu. Meski memang tidak ada yang tahu pertanyaan itu ditujukan pada siapa. ‘‘Ayo, Ma.’‘