Seusai bel pulang sekolah, Erin dipanggil ke UKS oleh pembina PMR. Awalnya ia kira akan ada pelatihan dadakan atau pelantikan anggota kelas 10 yang sempat tertunda karena renovasi.
‘‘Kirain ada apa,’‘ ucap Erin pada Dewa Putra yang telah menunggunya di depan ruang UKS persis. Namun baru Erin dapat mengutarakan yang ingin diucap setelah cukup jauh. Mereka berjalan menuju kantin dan memilih duduk di pinggir dekat koridor.
‘‘Ternyata apa?’‘
‘‘Dikasih apresiasi karena anggotanya kompak. Terutama kejadian hari ini. Nunjukkin banget sikap yang baik, katanya.’‘
Dewa Putra tersenyum. Diam-diam dia merasa bangga pada Erin, entah atas dasar apa. ‘‘Apresiasi dalam bentuk apa?’‘
‘‘Yang penting bukan bentuknya, Dewa Putra. Yang lebih penting, apa yang telah kita capai hingga dapat apresiasi itu. Apa kita berhak atau mungkin bisa lakuin yang lebih baik.’‘
‘‘Iya, setiap orang berhak, Erin.’‘ Tanpa dugaan dan perintah, tangan Dewa Putra bergerak ke pipi Erin dan mencubitnya singkat. Ia sendiri terkejut dengan apa yang baru saja dilakukannya.
Erin melotot begitu menyadari apa yang terjadi. ‘’Jail ih!’’
‘’Emm ... Erin pulang sama siapa?’’
‘’Papa.’’
‘’Aku temenin lagi, ya.’’
Baru saja ingin mengangguk, Erin ingat perkataan temannya yang ikut OSIS. ‘’Tapi kata temen Erin bakal calon OSIS—termasuk calon ketua OSIS ada rapat untuk bahas proker. Dewa Putra nggak ikut?’’
‘’Kalau itu, aku udah selesai dari lama, Rin.’’
Senyum mengembang di wajah Erin. ‘’Dewa Putra niat banget, ya?’’
‘’Emm ... ‘’ Dewa Putra tersipu-sipu, lalu celingukan ke sekitar. ‘’Mau pulang, Rin?’’
‘’Sebentar. Erin kabarin Papa dulu, ya, Dewa Putra,’’ kata Erin seraya mengeluarkan ponsel. Begitu nada sambung terdengar, ia menjauh sedikit dari Dewa Putra. ‘’Papa udah di depan, Dewa Putra. Emm ... Erin ke depan sendiri aja.’’
‘’Nggak apa-apa. Aku temenin. Ayo,’’ ajak Dewa Putra kemudian mengambil hoodie hijaunya. ‘’Ayo, Rin.’’
Tidak ada yang bicara ketika mereka berjalan menuju gerbang. Namun beberapa orang yang menyapa, sehingga mereka menyahut. Sekedar itu.
‘’Diem aja, Rin,’’ kata Dewa Putra begitu mereka hampir sampai. ‘’Bete ya sama aku?’’
‘’Nggak, Dewa Putra.’’
Dewa Putra mengangguk-angguk. ‘’Papa dimana?’’
‘’Sebentar.’’ Erin kemudian maju sedikit dan celingukan. ‘’Papa!’’ panggilnya begitu menemukan sosok Papa. ‘’Papa jalan kaki?’’
‘’Naik mobil, tadi kan pulangin burung dulu. Tapi Papa taruh di masjid sana,’’ jawab Papa. ‘’Hari in Erin nggak bisa pulang sama Papa.’’
‘’Kenapa Papa nggak bilang tadi pas di telepon? Jadi kan Papa nggak boros banyak hal untuk kesini. Boros waktu, bensin, terus—‘’ cerocos Erin yang mungkin saja tidak akan berhenti kalau tidak dipotong.
Papa tertawa. ‘’Tadi kebetulan emang Papa lagi makan soto di deket masjid situ, Rin. Makanya Papa sekalian mampir aja.’’
‘’Mampir doang? Terus sekarang Erin gimana?’’ rengek Erin.
‘’Sama Dewa Putra aja, ya.’’