Matanya menatapku, mata yang berwarna biru laut dan wajah seputih salju tengah memandangiku dengan raut heran.
Aku meneliti penampilannya, baik rambut, kulit dan pakaian yang tertutup jubah, semua berwarna putih, sehingga kamu bisa melihat warna selain putih hanya dibibirnya yang merah dan matanya yang biru.
Sejujurnya hal seperti ini akan membuat seseorang menjadi takut, tapi tidak denganku yang kini menatap dengan penuh kekaguman.
Aku tersentak saat tangannya menurunkan tanganku yang berada dikepalanya, bukannya aku fobia sentuhan melainkan karena telapak tangannya yang hangat, berbanding terbalik dengan penampilan pria itu.
Kenapa aku menyebutnya pria? Karena aku bisa melihat dadanya yang putih dan bidang dari celah pakaiannya.
Ia tak berkata apa- apa, berdiri dan kembali melanjutkan memetik bunga berwarna ungu dan sesekali memakannya dengan nikmat. Apakah bunga memang seenak itu rasanya? Pikirku.
Tanpa sadar aku sudah berada disampingnya, ikut melihat bunga- bunga yang akan dipetik.
Kedua mataku membola saat menyadari tentang tanaman bunga itu, sejenis bunga yang kadar racunnya bisa melemahkan denyut jantung atau yang lebih parah bisa berujung kematian, wolfsbane.
Aku langsung menepis tangan pria itu saat hendak memasukkan bunga ke dalam mulutnya, ia menoleh dengan raut terkejut.
Memang tanaman wolfsbane bisa untuk herbal atau pengobatan jika ditangan orang yang tepat dan harus direbus terlebih dahulu tapi tidak jika bunga itu masih segar apalagi baru saja dipetik.
" Apa yang kau lakukan? Kenapa memakan bunga beracun itu? " Tanyaku heran.
Ia tak menjawab, menatapku dengan penuh kebingungan.
"Apa mungkin dia tidak bisa berbicara? Apa aku harus menggunakan bahasa isyarat? " Pikirku.
Berbekal pengetahuan yang minim aku memeragakan memetik bunga, lalu menggelengkan kepala dan membentuk tanda X dengan tangan setelah itu berperan seperti orang keracunan.
Ia hanya diam dan kembali melanjutkan memetik bunga, seolah aku hanya dianggap lalat yang sudah lewat, itu membuatku agak kesal tapi lebih memilih diam karena aku sudah memberitahunya tapi ia tidak mau mendengarkan, jadi bukan salahku jika nanti terjadi sesuatu dengannya.
Aku berjalan menjauh dan kembali mengingat apa tujuanku awal ku tadi, pandanganku kembali melihat sekeliling dan menemukan apa yang aku cari, pondok yang tadi walau agak berbeda jika dilihat dari sini.
Aku mendekati pondok itu yang ternyata tidak memiliki pagar tanaman merambat yang mengelilinginya, pondok itu jauh berbeda dengan yang aku lihat tadi, yang ini lebih mirip seperti rumah goblin atau sejenisnya.
Saat aku hendak mengetuk pintu, angin kencang menerpaku sesaat, setelah itu sebuah tangan hangat menarik ku menjauhi tempat itu, sang pemilik tangan hangat adalah si pria tampan tak normal.
Ia terus menarik ku menuju ke suatu tempat, sebuah pondok yang sama seperti yang aku lihat pertama kali, dikelilingi pagar tanaman.
Dia mendorongku pelan ke arah pintu dan menciumku, yah... Dia menciumku! Apa yang aku mimpikan semalam hingga dicium oleh pria tampan yang tidak normal?! Tapi aku menyukainya.
Kalian tidak bisa mengatakan kalau aku adalah wanita murahan, walaupun aku terlihat seperti itu sekarang. Jujur saja aku tidak bisa menolak yang satu ini, bibirnya yang hangat dan lembut mengulum bibirku dengan keras dan posesif.
Tangan kanannya berada di tengkuk ku untuk memperdalam ciuman sementara tangan kirinya berada dipinggangku dan memeluknya diiringi remasan pelan seakan tengah menahan sesuatu.
" Baumu sangat enak begitu pula bibirmu, aku tidak bisa menahannya... Aku menyukainya" Ucapnya setelah melepas tautan bibir kami.