Lagi, alarm ponsel milik Nara berbunyi tepat pukul 6 pagi. Ia mengucek matanya dan merapikan tempat tidur. Segera beranjak dari tempat tidur yang memberikan kenyaman untuknya. Ia mengambil handuk yang terdampar di lemari pakaian.
Crekkk. Nara membuka pintu kamar dan melihat sekeliling belum ada tanda-tanda kehidupan, mungkin Kak Yani belum bangun. Ia berjalan menuju kamar mandi yang terletak lurus dari kamarnya. Wangi sabun mandi membuatnya bergegas untuk membersihkan diri. Ia sudah menyiapkan kemeja dengan motif batik serta celana jin.
“Nara,” teriak Kak Yani dari bawah tangga, suaranya menggema.
“Iya Kak,” balas Nara dari kamar.
Sepertinya Kak Yani tidak mendengar teriakan Nara. Ia keluar kamar untuk memastikan Kak Yani masih di sana.
“Ada apa Kak?” teriak Nara di depan pintu kamar.
“Sudah siap?”
“Sudah Kak,” balas Nara sambil memegang bedak di tangannya.
Tidak menunggu lama, mereka sudah ada di depan gerbang untuk pergi ke rumah bos. Setiap pagi, mereka akan melakukan hal yang sama yaitu sarapan di ruamh bos. Pasalnya terdapat catering yang sudah dipesan dan anak bos tidak menyukainya sehingga mereka yang memakannya.
Sederet makanan sudah tersaji di meja makan sepertinya pembantu di rumah memanaskan makanan untuk mereka.
“Nara, ini piringnya.” Kak Yani memberikan piring dengan motif bunga.
“Makasih, Kak.”
“Makannya cepat tetapi tidak usah buru-buru.”
“Iya Kak.”
“Kakak lihat sepertinya supirnya sudah datang.”
“Bukannya mereka menginap di sini?” tanya Nara penasaran.
“Enggak. Mereka juga punya keluarga.”
“Iya juga.”
“Nara, saya sudah selesai makan.”
“Iya Kak. Ini Nara juga sudah selesai.”
Mereka mencuci piring yang sudah dipakai dan meletakkan di rak piring. Mereka bergegas keluar menuju tempat mobil sudah berjejer rapi. Tentunya dengan masing-masing sopir. Kak Yani berlari kecil menuju mobil yang sudah siap mengantar sedangkan Nara menaiki mobil yang kemarin dibawa Jarot.
Jarot mengendarai mobil tanpa bertanya terlebih dahulu pada Nara, apakah sudah siap. Tidak ada perbincangan terjadi di mobil antara Jaror dan Nara. Terlebih Nara bukan tipe orang yang suka bicara terlebih dahulu. Lalu mengingat ia masih dengan status karyawan baru. Ia tidak ingin sapaannya menjadi anggapan sok kenal dan sok dekat. Ia membangun image yang baik.
Mobil berhenti tepat di depan bengkel biasa Kak Gemani menunggu. Namun, belum terlihat batang hidungnya. Nara memainkan ponsel untuk menghilangkan kebosanan menunggu. Terlihat dari jauh sosok wanita mengenakan kemeja berlengan pendek dengan motif kotak-kotak serta celana jin. Wanita itu juga membawa dua tas; tas kerja dan tas bekal. Ya, wanita itu adalah Kak Gemani. Ia berlari kecil untuk menghampiri mobil mungkin merasa tidak nyaman karena menunggu lama.
“Pagi, Nara,” sapanya.
“Pagi, Kak Gemani.”
“Tidurmu nyenyak?”
“Iya nyenyak, Kak.”
Sebuah pertanyaan basa-basi yang mengandung tujuan tertentu. Apakah Nara akan mendapatkan tambahan pekerjaan? Sebuah pertanyaan terbersit dalam pikirannya. Akh tidak mungkin, apa salahnya antara rekan kerja saling menyapa.
Dua orang wanita sudah menunggu di depan warung. Ya, wanita itu adalah Kak Jenar dan Mbak Elok. Nara tidak berani bertanya dan hanya menduga apa hubungan di antara mereka berdua.
“Mbak Elok, itu tinggalnya tidak jauh dari rumahku. Sehingga ia menunggu di depan.” Kak Jenar memberitahu Nara seolah bisa membaca pikirannya.
“E, iya Kak.” Wajah Nara memerah terpergok sedang memikirkan hal yang sama.
Jarot memutar mobilnya karena arah berlawanan menuju ke kantor. Ia mengendarai mobil dengan lincah itulah yang bisa ditangkap Nara. Jalanan berdebu dan samping kanan terdapat tumpukkan tanah yang menyerupai gunung kecil. Selain itu terdapat bangunan-bangunan tinggi yang dipastikan sebuah kantor dan pabrik. Kawasan jalan menuju kantor adalah kawasan industri. Jarot membelokkan mobil menuju turunan dan tepat di depan kantor. Suara decit rem membuat mobil jadi berdebu.
Satu per satu turun dari kantor, Mbak Elok berjalan paling depan karena membuka pintu diikuti Kak Jenar, Kak Gemani, dan Nara. Mereka berjalan ke arah ruangan masing-masing.
Helaan napas Kak Gemani terdengar oleh Nara ketika membuka pintu. Nara tidak berani bertanya tentang helaan napas itu. Ia memalingkan wajahnya seolah tidak tahu apa yang baru saja dilakukan Kak Gemani. Ia sekarang masih karyawan baru sampai tiga bulan ke depan sehingga berusaha beradaptasi dengan tempat kerja. Tiga bulan ke depan perusahaan melanjutkan atau melepaskan Nara.
“Nara,” panggil Kak Gemani.
“Iya Kak,” jawabnya menghampiri Kak Gemani.