Sore ini langit berwarna biru cerah nampaknya malam ini bintang-bintang akan menyapa dengan cahayanya. Nara serta rekan-rekan kerja yang lain sudah siap pulang, tetapi menunggu jam kantor tepat pukul 5 sore. Mbak Elok memasukkan kartu absen pada mesin absen, sebanyak karyawan di kantor. Satu per satu keluar dari kantor diikuti yang lainnya. Mereka sudah tahu mobil mana yang akan dinaiki dan ketiga mobil sudah di depan.
Sunyi hanya suara radio mobil yang terdengar. Kak Gemani sibuk dengan ponselnya, sore ini Kak Lingga ikut satu mobil dengan Nara dan Kak Gemini. Karena Kak Jenar ingin pergi dengan Jarot mungkin ada pekerjaan lainnya. Mau tidak mau memakai mobil yang satunya.
“Nara,” panggil Kak Gemani. Akhirnya ada suara juga, batin Nara.
“Iya Kak.”
“Sopir yang ini namanya Aji.”
“Iya Kak.”
Aji melihat Nara dari spion di depannya ada menyapa dengan senyumannya.
“Besok, kamu naik mobil ini Nara. Jemput Lingga dahulu.”
“Iya Kak.”
Mobil berhenti di pinggir jalan dan Kak Gemani menyebrang ke bengkel. Lagi, tidak ada suara di dalam mobil. Lalu mobil melaju melewati mes untuk mengantar Kak Lingga ke rumahnya. Wah, Nara bisa tahu di mana rumahnya, batinnya.
Mobil memasuki gang dengan ukuran cukup untuk mobil berukuran kecil. Di depan gang terdapat sebuah toko dan Kak Lingga menyapa pemiliknya. Lalu melewati masjid dan Aji menghentikan mobilnya di sana.
“Nara, duluan,” kata Kak Lingga.
“Iya Kak.”
Penumpang terakhir adalah Nara, Aji mengendarai mobilnya ke depan, arah yang tidak diketahui Nara sebelumnya. Nara baru memahami karena mobil tidak bisa memutar di tempat yang sempit. Dan Nara memahami juga jika bisa melihat rumah Kak Lingga.
Jalanan ibu kota padat merayap, padahal hanya membutuhkan 30 menit untuk sampai di mes. Perjalanan menjadi satu jam karena padatnya jalanan. Tanjakkan menuju mes memang cukup curam, bagi yang tidak berhati-hati mengendarai bisa tertabrak mobil yang lain.
“Terima kasih, Aji,” ucap Nara turun dari mobil.
“Iya Kak.”
Nara berjalan turun ke mes, ia membuka gerbang dengan kunci yang diberikan Kak Yani, tidak lupa menguncinya lagi. Ia membuka pintu kayu tetapi hordeng sedikit terbuka mungkin Kak Yani sudah pulang.
“Nara,” panggil suara seseorang dari dalam.
“Iya.”
“Kamu sudah pulang?”
“Sudah Kak.”
“Ya sudah, mandi sana. Ada hal penting yang mau saya katakan.”
“Iya Kak.”
Nara menaiki anak tangga menuju kamarnya, ia membuka pintu dengan satu set kunci yang masih dibawanya. Ia meletakkan tas kerjanya di kasur dan merebahkan tubuhnya. Lalu, ia beranjak memgambil handuk yang tersampir di lemari.
Wangi sabun mandi aroma pecah membuat Nara ingin segera membersihkan diri. Ia mengenakan pakaian tidur berwarna putih dengan lengan pendek dan celana panjang. Ia menuruni tangga menuju ruang televisi berdekatan dengan kamar Kak Yani.
“Kak, Kak Yani.”
“Iya Nara.”
Kak Yani keluar dari kamarnya dengan membawa nasi goreng di plastik.
“Nara, ini nasi goreng. Makan yuk.”
“Iya Kak.” Kebetulan yang membawa keberuntungan, Nara belum membeli makan malam.
“Ini piringnya.”
“Iya Kak. Terima kasih untuk nasi gorengnya.”