Stress

Maria Goreti
Chapter #11

Bab 11 Kejujuran

Selamat pagi semesta yang memberikan kebebasan, selamat pagi dunia yang memberikan segala kekuasaan, dan selamat pagi rekan-rekan kerja yang selalu memberi semangat. Suara guyuran air dari kamar mandi di bawah mungkin Kak Yani, tetapi Nara masih berada di kamar mengambil pakaian akan digunakan.

Nara membuka pintu kamarnya yang memiliki suara yang khas karena tidak pernah diberi minyak pada engsel pintu. Jika didengarkan secara saksama membuat ngilu persendian. Ia memasuki ruangan dengan wangi sabun mandi favoritnya, tetapi ragu untuk masuk. Ia mendengar suara lain di sebelah kamar, ia mengingat jika rumah di sini bersebelahan. Jika rumah yang ditempati Nara adalah kamar mandi mungkin rumah sebelahnya tempat tidur atau ruangan lainnya. 

Nara membersihkan diri di kamar mandi dengan sabun mandi favoritnya. Sembari menggunakan sabun beraroma lavender, ia melantunkan sebait lagu. Ups...ia menyadari tidak bisa mandi secara santai. Ia mencuci pakaiannya dengan sikat baju yang tersedia mungkin perlu membeli yang baru, membilas, dan meremas pakaian supaya air tersisa di pakaian sedikit. 

“Nara, buruan mandi,” teriak Kak Yani. 

Sayup-sayup, Nara mendengar suara seseorang memanggil namanya disebut. Ia tidak menyahut teriakan Kak Yani. Segera mungkin ia menyelesaikan aktivitasnya di kamar mandi. Pakaian mirip kemeja dengan motif batik dan celana jin berwarna abu. Ia berlari menuju ke kamarnya hanya berjarak lima langkah. Ia menaruh ember yang berisi cucian di dekat tangga, agar tidak lupa untuk menjemurnya. 

Nara mengambil bedak dan memulas ke wajah. Ya hanya menggunakan bedak saja tanpa embel-embel lipstik atau maskara waterprof. Ia merapikan selimut yang dilupakan karena bangun kesiangan.

“Nara, ayo makan,” teriak Kak Yani lagi. Kali ini Nara mendengarnya.

“Iya, Kak,” teriaknya ganti. 

Sebaiknya rumah ini memakai telefon ala-ala menggunakan kaleng susu berukuran kecil yang dirakit dengan tali supaya tidak teriak-teriak ketika memanggil. Nara keluar dari kamar tidak lupa untuk menguncinya. Ia membawa ember berwarna hitam yang berisi pakaian yang dicuci. Tangan kanan memegang ember, handuk dikalungkan, serta tas di tangan kiri. 

“Kak, tunggu sebentar ya. Saya jemur baju dahulu.”

“Iya sudah jangan lama-lama.”

“Iya, Kak.”

Nara berlari kecil ke arah pintu belakang rumah walaupun di dalam ada jemuran. Ia memilih menjemur pakaian di luar supaya cepat kering. Selesai menjemur pakaian dan ember diletakkan di dalam, tidak lupa mengunci pintu. 

“Ayo, Kak.”

“Ayo. Ada apa denganmu, Nara? Bersemangat sekali.”

“Kelihatan?”

“Iya.”

Kak Yani dan Nara berjalan menuju rumah bos, berjalan di tanjakan yang curam. Nara berpikir apakah ia harus melakukan seperti ini terus? Sampai kapan? Bukankah lebih baik membeli sarapan sendiri? Banyak pertanyaan yang ingin ditanyakan, tetapi mengingat ia diterima tanpa tes. Jadi ia mengurungkan niatnya untuk bertanya pada siapa pun. 

Mereka berdua selesai sarapan dan berjalan ke bawah di tempat mobil-mobil terparkir. Sopir biasa membawa Kak Yani belum datang, tetapi Jarot sudah datang dari tadi. 

“Kak, saya berangkat dulu,” pamit Nara. 

“Iya, Nara.”

Jarot dan Nara sama-sama menaiki, Nara duduk di kursi penumpang karena kursi penumpang sebelah pengemudi adalah singgasana milik Kak Gemani. Jalan yang dilewati selalu sama, tempat di mana Kak Gemani berada. 

Seorang wanita duduk di kursi kayu tanpa menyadari kehadiran mobil yang menjemputnya. Warna pakaian yang digunakan sama dengan tas bekal yang dibawanya. 

“Itu kenapa warnanya bisa sama,” celetuk Jarot sebelum Kak Gemani masuk ke mobil.

“Pagi,” sapa Kak Gemani. 

“Pagi, Kak,” sapa Nara. 

Lagi, hanya sapaan sebagai basa-basi dan selanjutnya terserah Anda dan pasti terjadi keheningan. Sampai di rumah Kak Jenar, tetapi Mbak Elok tidak terlihat.

“Bu, Mbak Elok mana?” tanya Jarot pada Kak Jenar. 

“Diantar suaminya.”

Perjalanan biasa ditempuh lima menit ini sampai sepuluh menit karena macet. Mobil pembawa kontainer berjalan di depan mobil yang dikendarai Jarot. Seorang satpam mengenakan seragam berwarna biru tua membukakan gerbang. Batu-batu split yang ada di halaman sehingga memberikan gesekan pada ban mobil. 

Pintu kantor sudah dibuka karena Mbak Elok berangkat lebih dahulu. Wangi dari pembersih lantai tercium, aroma citrus. Kak Jenar membuka pintu ruangan hanya sepuluh langkah dari pintu masuk, sedangkan Kak Gemani menaiki tangga, Nara mengekor di belakangnya.

Suara khas dari kunci pintu ketika membuka pintu, Kak Jenar harus membuka pintu lagi menuju ruangannya. Nara mengekor di belakangnya.

Lihat selengkapnya