Stress

Maria Goreti
Chapter #1

Bab 1 Awal mula

Mei 2012

Embun pagi membasahi dedaunan yang membuat silau cahaya matahari. Udara dingin di pagi hari membuat malas untuk beranjak dari tempat tidur yang memberikan kenyamanan. Suara teriakan Ibunya – Ibu Marta membuat Nara membuka matanya. Ia berusaha beranjak dari tempat tidur yang sudah menemani tidurnya semalam. Ia merapikan selimut dan mengambil sikap untuk doa, ketika bangun tidur. Suara teriakan Ibu Marta terdengar menggelegar seisi rumah. 

“Nara, bangun udah siang.” Ibu Marta membuka pintu kamar Nara. 

“Iya, Bu,” sahutnya pelan.

“Hari ini terakhir?”

“Iya, Bu.”

Beliau menutup kembali pintu kamar dan berjalan menuju ke dapur. Nasi goreng serta bekal untuk Nara sudah siap. Terlihat sekali jika Ibu Marta lebih sayang pada Nara daripada kakaknya. Pada dasarnya semua orang tua akan memperlakukan anaknya secara adil.

Suara mesin motor menandakan tukang ojek sudah datang. Nara memakai jasa tukang ojek untuk mengantarnya. Tidak bisa dipungkiri jika ia tidak bisa mengendarai motor. 

“Bu, Nara berangkat kerja,” pamitnya. 

“Iya.”

Tukang ojek menyapanya dan menghidupkan mesin motornya. Dalam perjalanan Nara menengadah ke langit, melihat birunya langit hari ini. Semoga hal baik akan terjadi diiring langit yang cerah ditutupi awan sebagai pelindung sinar matahari. 

Sesampainya di tempat kerja, Nara merogoh tasnya untuk mendapatkan kunci gerbang. Suara khas dari gerbang yang lama tidak diminyaki membuat sedikit ngilu. Mau bagaimana lagi Nara juga tidak bisa melakukan bukan karena ia wanita. 

Nara membuka pintu ruangannya. Lantai warna putih yang tertutup debu berubah warna menjadi kuning gading. Nara membuka gorden berwarna biru dan membuka jendela kaca supaya udara saling bertukar. Terdapat tiga meja berwarna cokelat, satu meja untuk komputer monitor tabung beserta CPU. Nara menempati meja yang berhadapan langsung dengan pintu. Ia menaruh tas dan jaketnya di kursi serta tas bekal di sebelah ordner.

“Datang dari tadi, Na?” sapa seorang Pria yang mengejutkannya diyakini adalah bosnya. 

“Astaga mengagetkanku. Iya Pak.”

“Kamu mau ngapain?”

“Saya mau nyapu dan ngepel.”

“Biarkan saja, Na. Nanti juga akan berdebu lagi.”

“Pak, biarkan saja melakukan seperti biasanya,” pinta Nara. 

“Iya lakukan semaumu. Saya pergi sebentar.”

“Iya Pak. Silakan.”

Nara berjalan mengambil sapu plastik yang diletakkan di sudut ruangan. Ia menyapu sampai ke sudut lemari sehingga kotoran banyak yang keluar. Sampah dan debu diarahkan ke pengki untuk dibuang ke kotak sampah di luar. Lalu Nara mengambil ember yang diisikan air dan pewangi lantai aroma lavender. Ia menggerakkan kain pel ke setiap sudut yang dapat dijangkau. Peluh membasahi dahinya dan membuat rambutnya ikut basah. Dirasa lantai sudah bersih ia mencuci kain pel dan ember lalu menjemur di bawah sinar matahari. 

“Nara,” panggil Pak bos. 

Lihat selengkapnya