Helena menarik tangan Audrey dengan erat, seolah tak ingin melepaskannya. Mereka baru saja memasuki sebuah restoran yang belum lama buka di salah satu tempat di Jakarta. Hari ini Helena secara tiba-tiba mengajak Audrey pergi ke restoran milik Samuel. Helena mengajak Audrey untuk pergi, lebih tepatnya memaksa. Mau tidak mau, Audrey harus mengikuti ajakan Helena. Bingung. Kenapa Helena tiba-tiba niat pergi ke sini, pikir Audrey.
Ketika masuk ke dalam restoran, pandangan kami langsung disungguhkan oleh berbagai perabotan dan pernak-pernik yang tertata rapi. Pada bagian depan restoran, dihiasi dengan perabotan dengan warna cerah ─sangat eye catching. Di sana juga terdapat dekorasi yang mewahdan elegan, cocok untuk jamuan makan malam.
Konsep restoran ini sangat unik. Sesuai dengan namanya estiatório yang diambil dari bahaasa Yunani, restoran ini memadukan arsitektur yang ada di Yunani. Di Yunani, terdapat perpaduan arsitektur antara bangunan kuno yang megah dan bangunan dengan tema yang berwarna cerah.
Perpaduan ini membuat kita bisa mengadakan jamuan makan malam ataupun hanya bersantai dengan teman di restoran ini.
Audrey dan Helena tampak kagum dengan konsep yang diusung restoran ini. Helena tetap merasakan kagum untuk ke dua kalinya, setelah beberapa waktu lalu meliput pembukaan estiatório. Mereka memilih meja di bagian pojok, yang berdekatan dengan kitchen. Hari ini malam minggu, dan mereka tidak punya banyak piilihan meja. Karena ramainya pelanggan yang datang ke estiatório.
Disebelah meja yang mereka tempati, terdapat sebuah jendela yang mengarah ke jalanan. Dari situ, Audrey dapat melihat jalanan yang ada di luar dengan ditemani pancaran sinar dari lampu yang ada disana. Audrey juga dapat melihat estiatório secara menyeluruh dari pojokan ini.
“Bagus kan Drey dekorasinya?” tanya Helena.
“Iya bagus. Kok bisa ya dia gabungin dua suasana yang berbeda yang sama dalam satu konsep.”
“Gue kagum banget.”
“Sama, gue juga.”
Baru saja Audrey ingin menayakan alasan Helena mengajaknya ke estiatório, pelayan menghampiri meja mereka. Audrey harus mengurungkan niatnya itu.
Setelah pesanan mereka dicatat, pelayan beranjak dari meja Audrey dan Helena. Audrey segera melontarkan pertanyaan yang dari tadi ingin ia tanyakan.
“Len, kenapa lu tiba-tiba ajak gue ke sini sih? Inikan restorannya Samuel,” tanya Audrey. Audrey juga mengarahkan pandangan penuh selidik ke arah Helena. Bingung. Kenapa sahabat gue satu ini tiba-tiba ngajakin ke sini, secara dia tau gue ga mau dateng ke sini ─ujar Audrey dalam hati.
“Gue pengen aja ke sini. Penasaran sama makanannya.”
“Kayak ga pernah makan aja lo,” jawab Audrey sarkas.
“Gapapa lah sekali-sekali temenin gue. Lagian, gue abis ini ada tugas meliput 30th ASEAN Summit di Manila. Kan lo bakal ga ketemu gue tuh kira-kira ya tiga atau empat hari gitu. Makanya sebelum gue pergi ke sana, kita habisin waktu dengan makan bareng disini.” Helena segera menampilkan senyum lebar di wajahnya setelah mengucakan hal itu.
“Mohon maaf nih ya. Kalau lo pergi ngeliput berita dimana-mana, itu tuh udah biasa. Karena resiko pekerjaan lo sebagai wartawan. Lagian pakai alasan mau pergi ngeliput, lo bisa-bisanya maksa gue ke sini. Udah biasa lo pergi ngeliput, dan gue biasa aja. Karena gue yakin sahabat gue bakal balik dengan selamat, setelah pekerjaannya selesai.”
“Ga nyangka sahabat gue sebaik itu. Makasih doanya. Semoga kerjaan gue lancar ya, Drey. Oleh-oleh ntar deh, kalau sempat ya.”
“Lagian lo gini amat, kayak mau pindah dari Indonesia aja padahal lo cuma mau kerja doang.”
“Semoga gue bisa tinggal di luar negeri ya. Gue pengen banget bisa ke Korea. Impian gue sesimpel itu.”
“Sekalian ga perlu balik lagi ya. Hahahaha.”
“Jangan dong, ntar lo ga ada temennya.”
“Tau aja. You know me so well, babe.” Audrey berkata sambil menampilkan ekspresi terharu.
“By the way, lo udah nabung buat ke Korea?”
“Belum. Gimana mau nabung ya, tiap gajian uang gue raib buat bayar cicilan rumah. Mana cicilannya lama sampe bertahun-tahun.”