JIHAN menarik napas dalam saat melewati gerbang sekolah. Udara pagi masih sejuk, dengan embusan angin yang membawa aroma tanah basah sisa hujan semalam. Langit cerah, tapi belum sepenuhnya biru, seolah masih ragu untuk benar-benar membuka hari. Seperti pagi-pagi sebelumnya, ia datang lebih awal. Bukan karena terlalu rajin atau ada urusan mendesak. Ia hanya suka menikmati ketenangan sebelum sekolah benar-benar sibuk dengan suara teman-temannya yang bercerita, tertawa, atau mengeluh tentang tugas.
Langkahnya tenang menyusuri koridor, membiarkan setiap detik berlalu tanpa tergesa. Dari sudut matanya, ia melihat beberapa murid sudah mengisi taman kecil dekat kantin. Ada yang sibuk membaca, menghafal, atau sekadar bercengkerama ringan dengan teman-temannya. Suasana yang masih lengang memberi ruang bagi pikirannya untuk melayang sejenak, sebelum nanti tenggelam dalam rutinitas sekolah.
Saat melewati kantin, suara lembut namun akrab menyapanya.
"Pagi, Jihan! Nggak sarapan dulu?"
Jihan menoleh dan menemukan senyum hangat Bu Rina, penjaga kantin yang sudah seperti ibu kedua bagi banyak murid di sekolah ini.
Jihan tersenyum kecil. "Nggak, Bu. Nanti aja pas istirahat."
"Jangan lupa, ya! Kalau kelaperan, mampir aja."
Jihan mengangguk, lalu kembali melanjutkan langkahnya menuju kelas.
Saat sampai di kelas, ia melihat Dina sudah duduk di tempatnya, membolak-balik buku Matematika dengan ekspresi putus asa.
"Lo udah ngerjain PR?" Tanya Dina begitu menyadari kehadiran Jihan.
Jihan tidak langsung menjawab. Ia membuka tas, mengeluarkan bukunya, lalu tanpa banyak kata mendorongnya ke arah Dina.
Dina langsung merapatkan kursinya, membaca cepat, dan mulai menyalin beberapa bagian dengan ekspresi penuh harapan. "Lo rajin banget, sumpah! Gue beruntung deh punya temen kayak lo!" Katanya, sekilas melirik ke arah Jihan dengan gaya centil.
Jihan hanya tertawa kecil.
"Gue pinjem, ya, buat nyontek dikit." Lanjut Dina, mengedipkan sebelah mata.
Jihan mengangkat bahu. "Jangan dikit-dikit amat. Kalo salah, salah bareng aja!"
Dina yang sedang asyik menyalin langsung berhenti, menatap Jihan dengan dramatis. "What?! Gue kira lo bakal bilang, ‘Jangan nyontek, Din, itu nggak baik.’"
Jihan terkekeh. "Gue realistis aja. Kalo lo udah niat nyontek, pasti lo tetep bakal nyontek, kan?"