Stuck with Anggra

Atika Winata
Chapter #4

BAB 4 ‐ BROWNIES COKELAT

SILIH berganti, murid lainnya memberikan jawaban di depan kelas. Setelah Danu kembali ke tempat duduknya, Pak Haris melirik ke papan tulis dengan tangan di pinggang. "Oke, PR-nya sudah beres. Sekarang kita lanjut ke materi berikutnya, ya."

Ia mengambil spidol biru, lalu menuliskan rumus baru di papan tulis dengan gerakan santai. "Hari ini kita bahas limit fungsi." Matanya mengekor, memperhatikan seisi kelas.

"Jangan panik dulu, nggak seseram kelihatannya, kok." Ujarnya sambil memastikan tidak ada yang langsung pasang wajah menyerah.

Beberapa murid langsung menyesuaikan posisi duduknya, bersiap-siap mencatat. Sementara yang lain masih sibuk mencari halaman yang benar di buku mereka.

Pak Haris menyandarkan tubuhnya ke meja guru. "Oke, siapa yang bisa jelasin—limit itu apa?"

Kelas terdiam sejenak. Beberapa murid mulai menunduk, berharap tidak dipanggil.

Pak Haris tersenyum kecil, sudah menduga reaksi itu. "Ayo dong, masa tiap ditanya selalu mendadak bisu semua?"

Ia berjalan santai ke tengah kelas, menatap ke arah barisan belakang."Dina, misalnya. Kamu pasti tau."

Dina—yang sedang asyik mencorat-coret bukunya dengan pensil, langsung mendongak. "Hah? Limit?"

Pak Haris mengangguk.

"Yap. Apa tuh?"

Dina meringis, lalu melirik ke Jihan yang duduk di sebelahnya seolah minta bantuan. Tapi Jihan cuma menaikkan bahu, menahan tawa.

"Umm ..." Dina mencoba berpikir. "Limit itu ... batas?"

Pak Haris mengangguk, lalu menuliskan satu angka besar di papan tulis. "Tepat! Limit itu ibarat batas dari suatu fungsi."

"Tapi jangan cuma dihafal, kita pahamin bareng, oke!"

Ia kemudian menggambar grafik sederhana, lalu mulai menjelaskan dengan bahasa yang ringan. Sesekali, ia memberikan contoh dengan hal-hal yang lebih mudah dipahami.

"Bayangin kalian lagi lari ngejar angkot," katanya, melirik ke beberapa murid yang mulai terlihat bosan.

"Angkotnya jalan pelan, tapi kalian larinya ngebut. Pertanyaannya, bisa nggak kalian beneran nyampe ke angkot itu?"

Beberapa murid mulai tertawa kecil. "Tergantung angkotnya ngebut lagi atau enggak, Pak." Sahut salah satu murid dari belakang.

"Nah!" Pak Haris menunjuk murid tersebut dengan spidolnya.

"Limit juga gitu. Ada kondisi di mana kalian hampir nyampe, tapi nggak beneran nyampe. Itu yang kita bahas hari ini."

Jihan—yang sejak tadi mendengarkan dengan fokus, mencatat penjelasan itu di bukunya. Meski ia sudah membaca materi ini sebelumnya, cara Pak Haris menjelaskan membuat semuanya terasa lebih masuk akal.

"Jadi, kalau kalian lagi kejar-kejaran sama sesuatu yang nggak bisa kalian capai, anggap aja lagi belajar limit." Tambah Pak Haris, membuat seluruh kelas kembali tertawa.

Suasana belajar tetap santai, tapi materi terus berjalan tanpa terasa membosankan. Dan seperti biasa, Pak Haris berhasil membuat Matematika jadi lebih mudah dipahami—meskipun bagi sebagian murid, itu tetaplah Matematika.

—♡♡♡—

Lihat selengkapnya