Stuck with Anggra

Atika Winata
Chapter #7

BAB 7 - HIDDEN GEM

LANGIT sore mulai berubah jingga saat Jihan merebahkan diri di kasur, menikmati semilir angin dari jendela yang terbuka setengah. Musik dari earphone-nya mengalun pelan, menemani pikirannya yang kosong setelah seharian berkutat dengan tugas sekolah.


Pagi harinya, Jihan benar-benar menikmati hari Sabtunya. Tanpa alarm yang memekakkan telinga, ia bisa bangun dengan santai, menggeliat malas sebelum akhirnya turun dari tempat tidur. Hawa pagi yang sejuk menyapanya saat ia membuka jendela lebar-lebar, membiarkan sinar matahari yang lembut masuk ke kamarnya.


Setelah menyeduh secangkir kopi, ia langsung tenggelam dalam dunianya—membaca novel. Ia menarik selimut, duduk bersandar di kepala tempat tidurnya, dan membuka halaman yang terakhir ia baca. Novel itu sudah hampir selesai, dan ia begitu tenggelam dalam ceritanya.


Ia menatap langit malam dengan mata yang berkilauan, seakan-akan mencari jawaban yang tak kunjung datang. 'Apa menurutmu seseorang bisa benar-benar bebas?' Tanyanya pelan. Angin berembus lembut, seolah memberi jawaban yang tidak pernah ia harapkan.


Jihan mengernyit, bibirnya sedikit mengerucut. Ia mengerti perasaan karakter itu—keinginan untuk bebas, tapi terbelenggu oleh hal-hal yang tidak bisa dikendalikan. Ia menarik napas panjang, lalu membalik halaman berikutnya.


Setiap kalimat yang ia baca membuatnya semakin terhanyut. Terkadang, ia tersenyum kecil saat menemukan dialog yang menghangatkan hati, tetapi di halaman berikutnya, alisnya berkerut saat konflik mulai memuncak.


Dan di sanalah ia berdiri, melihat semuanya runtuh di hadapannya. Tidak ada yang bisa ia lakukan, selain menerima kenyataan bahwa tidak semua orang akan tinggal.


Jihan merasakan sesuatu mengganjal di dadanya. Ia menggigit bibir, lalu tanpa sadar mendekap buku itu sebentar, membiarkan emosi dari cerita itu meresap. Perasaan kehilangan, kekecewaan, dan harapan yang tertinggal—semuanya terasa begitu nyata.


Ia menutup bukunya perlahan, membiarkan halaman terakhir itu tetap terlipat di jemarinya. Matanya menatap langit di luar jendela, mengingatkan dirinya sendiri bahwa cerita dalam novel hanyalah fiksi, tapi perasaan yang ditinggalkannya selalu nyata.


Jihan menghela napas panjang, lalu tersenyum kecil. Novel bagus memang selalu berhasil membuatnya larut dalam emosi. Dan pagi ini, ia tidak ingin melakukan apa pun selain menikmati setiap halaman yang tersisa.


Saat ia sedang tenggelam dalam pikirannya, ponselnya bergetar. Layarnya menunjukkan nama Dina.

Dengan sedikit malas, Jihan menghela napas sebelum akhirnya mengangkat panggilan itu.


"Halo?" suaranya terdengar serak karena terlalu lama diam.


"Jihaaan! Lo lagi apa?" Suara Dina ceria di seberang sana.


Jihan menoleh ke arah bukunya yang masih terbuka. "Baca novel. Kenapa?"


"Nggak apa-apa sih, cuma pengen ngobrol aja. Bosan banget di rumah."

Lihat selengkapnya