Study Dates

ArinaAsh
Chapter #1

Chapter 1

Hidup memang tidak ada yang tahu kemana larinya, tetapi Raka tidak pernah menyangka bahwa dia akan berakhir seperti ini. Menjadi orang tua dari saudaranya sendiri, ketika dia menghabiskan masa lalunya menjadi Pemain Bintang dan mengejar cita-citanya dengan egois, dan sekarang cita-cita itu terancam takkan tercapai sama sekali.

Jangan salah paham! 

Raka mencintai keluarganya, hanya saja terkadang mereka keterlaluan. 

Raka bahkan baru tidur beberapa jam setelah begadang untuk mengerjakan proyek sekolahnya, ketika jeritan adiknya yang—sekali lagi—dia cintai menggema di seluruh rumah. 

Damn it. 

“BANG! BANG RAKA! BANG! DITO MAU MASAK SENDIRI. BANG!”

Ini kalau mulutnya Raka lakban, apakah itu termasuk kekerasa?

Raka menggeleng untuk mengenyahkan pikiran itu. Dia takkan melakukan, tapi hey! Instrusif thought happen. 

Belum juga Raka turun ke bawah untuk mencari tahu apa yang terjadi, suara gedebuk keras terdengar dari lantai bawah. Seperti suara kursi jatuh. Lalu dentingan logam.

ASTAGA! MEREKA INI SEDANG PERANG ATAU BAGAIMANA?

Raka segera bangkit dari tempat tidurnya dan okay. Pilihan yang salah. Matanya berkunang-kunang dan pengelihatannya menghilang selama beberapa detik, sebelum kembali lagi. 

Damn it. 

Ketika pengelihatannya kembali, Raka turun ke lantai 1 untuk melihat apa yang terjadi. Wajahnya sedikit pucat. Matanya berkantung, kausnya acak-acakan, celana pendek bolong di bagian bawah lutut, dan rambut yang berdiri. So much for a popular guy. Ini kalau anak kampus lihat mereka pasti ilfeel. Raka nggak peduli juga sih. 

“ITU MINYAK PANAS, BODOH! MUNDUR.”

Raka mengusap wajahnya. Cowok itu benar-benar—benar—kagum—dan minta maaf—kepada orang tuanya yang masih waras ketika menghadapi seluruh saudaranya yang seolah menjadikan ‘membuat stress kakak-kakakku’ sebagai misi seumur hidupnya.

“Ih! Aku mau masak! Aku tuh mau mau masak! Kak Raka bilang boleh bantuin!”

“Dia nggak bilang boleh masak sendiri!”

Raka masuk dapur dan menemukan pemandangan yang tidak akan ditayangkan di acara masak manapun. Dito, si bocah delapan tahun yang punya mimpi jadi chef, berdiri di kursi sambil memegang spatula seperti senjata. Api kompor menyala besar. Minyak di wajan berdesis liar. Di meja, ada telur pecah yang sebagian isinya menetes ke lantai. Adit berdiri di samping, panik, tangannya memegang handuk seolah siap padamkan kebakaran.

Oh. My. God. 

Bisa nggak sih mereka normal dikit?

Tanpa banyak kata, Raka segera mematikan kompor dan mengangkat Dito dari kursi. 

“Lu gila?!” desisnya, tetapi kemudian dia menarik napas dalam. Dito cuma anak-anak, Raka nggak seharusnya bilang gitu. “Dito, gue bilang, boleh bantuin gue masak, tapi nggak pernah bilang boleh masak sendiri! Itu beda!”

Dito cemberut, tangan bersilang di dada. “Tapi aku pengen bikin sarapan buat Bang Raka sama Bang Reza.”

Lihat selengkapnya