Hal yang paling memdebarkan bagi semua mantan pelajar yang sedang berusaha untuk mendapatkan satu bangku di universitas favorit adalah pengumaman yang sebentar lagi akan menjelaskanku statusku menjadi mahasiswi PTN atau tidak. Jantungku sangat berdebar sejak tadi pagi. Beberapa menit lagi pengumuman hasil perjuanganku selama beberapa bulan akan diumumkan secara online. Mama dan Bapak juga sudah menanyakan hal ini sejak kemarin. Aku hanya menjawab kalau hasilnya besok akan diumumkan. Ingin sekali hari ini diskip saja dan aku tahu keesokan harinya.
Aku sudah didepan laptop bersama Bang Rein. Dia sudah sejak tadi juga jantungan menunggu hasilku. Akhirnya sudah waktunya yang sejak kami tunggu-tunggu. Bang Rein pun perlahan membuka situs hasil pengumumannya. Mungkin karena saat ini waktunya makanya situsnya sedikit susah dibuka karena hampir seluruh calon mahasiswa di Indonesia sedang membuka situs ini. Jantungku semakin berdebar kala bang Rein memasukan nomor ujianku dan juga tanggal lahirku. Kemudian bang Rein langsung menekan tombol Enter. Aku pun menutup mataku. Aku tak sanggup untuk melihatnya. Jika hasilnya mengecewakan, aku tak sanggup melihat wajah kecewa bang Rein serta kedua orangtuaku. Kurasa jemari Bang Rein menyentuh bahuku. Aku tersentak. Samar-samar kudengar Bang Rein mengucapkan kata sabar ya dek. Ya Tuhan, apakah aku gagal. Ini sungguh terjadi. Aku sudah mengecewakan kalian. Perlahan air mataku jatuh.
“Sabar ya dek. Kita bisa mengikuti ujian selanjutnya,” kata bang Rein lagi.
Aku belum membuka mataku. Aku tak sanggup melihat hasilnya. Aku sudah sesenggukkan.
“Gue gagal ya bang ? Maaf ya bang belum, Laras gagal mengikuti jejak abang,” kataku lirih. Ini sungguh menyakitkan.
“Iya dek. Kita ikuti ujian selanjutnya ya. Sekarang kamu buka dong mata kamu. Adik abang kan kuat,” kata bang Rein menyemangatiku. Bang Rein benar, aku gak boleh menjadi pengecut begini. Perjuanganku bukan disini aja, masih ada ujian selanjutnya. Aku harus semangat.
Aku pun perlahan membuka mataku. Samar-samar kulihat hasil pengumuman di laptop ku dan semakin jelas kulihat tulisan yang ada di dalamnya.
SELAMAT !! ANDA DINYATAKAN LULUS.
ANDA DITERIMA DI JURUSAN KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJAJARAN.
Aku lulus ??? Ini sungguhan aku lulus. Ya Tuhan, terima kasih. Senyumku langsung merekah, kali ini bukan senyuman kesedihan melainkan senyuman kebahagiaan. Bang Rein langsung memelukku.
“Selamat ya dek. Abang sangat bangga sama kamu,” katanya sambil memelukku.
“Bang Rein jahat. Tega banget bilang gue gak lulus huhuhu,” tangisku dipelukannya.
“Abang bilang kan sabar bukan lo gak lulus. Lo nya aja yang mengambil keputusan sepihak,” tawanya semakin pecah.
“Jahat !! Pakai acara ketawa pula, buat kesal aja,” kataku menjauhinya. Aku tidak kesal sungguhan pada bang Rein, aku sedang bahagia. Akhirnya usaha kerasku untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri terwujud. Aku pun membuka link untuk melihat apa saja syarat-syarat yang harus aku lakukan sebelum resmi menjadi mahasiswi sesungguhnya.
Tiba-tiba kurasakan ada yang bergetar di kaki ku. Ponselku. Ku ambil ponselku lalu kulihat nama Karin yang tertera di layarnya.
“Lo lulus Ras?” tanyanya langsung tanpa mengucapkan salam ataupun basa basi lainnya. Dari gerak geriknya sepertinya dia lulus. Ada baiknya jika aku kerjai saja.
“Gue gak lulus Rin,” kataku lirih. Kudengar suaranya tiba-tiba melemah.
“Sorry ya Ras. Gue gak bermaksud apapun,” ucapnya simpati. Aku terkikik mendengarnya.
“Iya, gakpapa kok. Lo sendiri gimana? Sepertinya lo lulus ya?” tanyaku yang sama sekali tidak penasaran.
“Gue lulus di Psikologi Undip Ras,” suaranya yang semakin lama semakin tidak terdengar lagi.
“Selamat ya. Doakan gue ya semoga gue bisa nyusul elo diujian berikutnya,”
“Tetap semangat ya Ras. Gue yakin seyakin-yakinnya elo pasti lulus. Gue mengenal elo Ras, kalau ada apa-apa elo langsung hubungi gue aja ya. Gue sayang sama lo. Lo dirumah kan? Gue ke rumah ya,” katanya yang membuatku sontak langsung mengatakan jangan.