Aku sedang duduk diruang diskusi menunggu tentor mana yang sedang kosong. Sungguh membosankan sekali. Karin mengirimkan pesan untuk menyuruhku datang ke tempat dia, ada tentor yang sedang kosong. Jujur saja aku malas kalau kesana. Selain karena Dimas, aku juga sedikit malu bertemu dengan temannya, Nathan. Karin belakangan ini sering cerita tentang dia yang sering menanyakanku bahkan dia ingin mencari tentor di tempatku untuk berdiskusi. Ya ampun, aku suka cara belajar dia. Dia sangat bersemangat. Patut ditiru ini, sebagai teman, dia adalah teman yang baik. Namun bila menjadi lawan, dia adalah musuh yang cukup tangguh. Itu menandakan bahwa aku harus lebih lagi dalam belajar dan diskusi tentang topik yang aku tidak jelas. Namun aku mengiyakan pesan Karin tersbeut. Aku berjalan menuju keluar dengan gontai. Begitu sampai, kulihat Karin sedang mengobrol dengan temannya. Aku segera menghampirinya.
“Lama banget lo, makanya jalan jangan kayak keong Ras. Gue rasa keong lebih cepat daripada elo ya kan?” ledeknya sesaat aku sampai dan duduk disampingnyz. Aku hanya tersenyum getir padanya. Keong, gue lebih cepat tahu. Kakinya aja tadi lagi malas diajak cepat makanya lambat banget.
“Yaudah, kata abang itu jam 2 nanti dia kosong. Inikan masih jam 1, kita ke kelas gue aja dulu ya. Belajar disana. Ohya, elo udah makan siang belum?” tanya Karin. Aku menggelengkan kepalaku sambil tertawa kecil.
“Elo mah kebiasaan, kok gak ada gue pasti gak teratur makannya. Makan sono, gue tunggu ntar dikelas gue,” katanya bawel.
“Masa gue makan sendiri sih? Elo mah tega,” rajukku. Tiba-tiba saja yang disampingku mengatakan bahwa dia bersedia akan menemaniku makan. Kami pun serentak langsung melihat sumber suara tersebut. Dimas. Lagi. Seharusnya sudah kuduga.
“Gue aja yang nemenin elo makan. Kebetulan gue juga belum makan siang,” katanya lagi sambil tersenyum. Aku menatap kearah Karin, ia hanya diam saja. Dari raut wajahnya kulihat tatapan sedih ketika Dimas menawarkan diri. Aku segera memalingkan wajahku kearah Dimas.
“Sorry ya Dim, lebih baik gue makan sama Karin aja. Dia aja yang nemanin gue. Lagian ada yang mau kita bahas masalah cewek gitu, kan gak lucu kalau elo dengerin ntar, boleh sih tapi ntar elo gak ngerti apa yang sedang kami bahas hihi..” ucapku hati-hati agar Dimas tidak tersinggung dengan penolakanku. Dia hanya tersenyum mendengar ucapanku.
“Yaudah Ras, gue…”.