Study(ing) Love

ceciliafs
Chapter #11

SL Sebelas

Ujian Saringan Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Besok adalah hari pertempuran aku dan teman-teman seperjuanganku. Ku akui saja aku sangat nervous. Kulihat Karin juga merasakan hal yang sama. Lokasi ujian kami berbeda. Tadi siang kami sudah meninjau lokasi ujian dan juga ruangannya. Aku berharap besar untuk besok dan lusa. Semoga Tuhan lancarkan.

Pagi ini kami akan berangkat berperang melawan ribuan bahkan jutaan saingan yang mempunyai harapan yang sama. Sebelum berangkat, kami berdoa bersama semoga hari ini dan lusa Tuhan lancarkan. Semoga tidak sia-sia kerja keras belajar kami selama ini. Aku menyakinkan diriku bahwa aku pasti bisa, Tuhan selalu menggandeng tanganku. Aku yakin Dia tak akan mengecewakanku. Semoga sukses ujiannya. God bless.

***

Setelah 2 hari bertempur hebat, lepas sudah beban selama di sini. Semoga Tuhan memberiku hasil yang terbaik. Dan hari ini sepertinya ada yang berbeda dengan acara makan malamku dengan Karin. Biasanya kami hanya makan berdua saja ditempat biasa. Tiba-tiba saja Karin mengajakku untuk makan diluar karena berhubung teman-temannya mengajaknya. Biasanya sih Karin selalu pergi sendiri saja dengan teman-temannya jika dia ingin makan diluar dengan teman-temannya, mengapa hari ini dia mengajakku keluar. Sedikit aneh memang tapi tak apalah, kapan lagi kami makan diluar rame-rame gini. Jarang-jarang terjadi hal-hal seperti ini. Mungkin ini refresing atas kepenatan ujian selama 2 hari yang telah terlewatkan. Dan bisa jadi ini adalah akhir dari kebersamaan, dengan kata lain kami harus kembali ke rumah masing-masing karena tugas sudah terealisasi.

“Semoga hasil ujian kita baik dan kita lulus di PTN yang kita inginkan,” ucap seorang teman Karin yang tak begitu ku kenal sambil mengangkat gelasnya. Seperti di film saja. Kami pun mengikutinya.

“Amin,” jawab kami serempak sambil mengangkat gelas kami masing-masing.

Hari ini aku, Karin dan teman-temannya sedang makan malam bersamanya. Kata Karin sih saat mengajakku makan malam terakhir karena kemungkinan besar hal seperti ini tidak akan pernah terulang kembali. Dan tentu saja aku tak akan melewatkan hal seperti ini, ya daripada aku seperti orang bodoh di kost itu jadi lebih baik aku ikut dengan Karin. Benar tidak?

Dan saat ini aku sedang menikmati makanan yang aku pesan. Begitu juga dengan mereka. Sayup-sayup kudengar pembicaraan mereka mengenai ujian kemarin. Mengapa harus membahas itu ? Aku sangat tidak ingin membahas itu saat ini. Terlebih mereka membahas soal yang diuji kemarin. Ya Tuhan, bisa tidak saat ini waktu dihentikan sebntar saja atau paling tidak skip saja obrolan yang ini. Kulihat yang lain tidak begitu merespect topik ini. Baguslah. Aku masih fokus dengan makananku. kurasakan mejaku bergetar. Ah, pasti handphone. Ku tatap layarnya dan tertera nama Mama. Aku pun meminta izin kepada yang lain untuk menjawab panggilan tersebut. Mama menelfonku seminggu yang lalu, rindu sekali rasanya.

Hallo Ras,” suara khas Mama memanggil namaku.

“Iya Ma. Mama sehat? Laras rindu sama Mama,” jawabku saat aku sudah berada di luar kafe tersebut. Didalam berisik sehingga aku harus keluar agar dapat dengan jelas mendengar suara Mama.

Sehat. Gimana ujian kamu sayang? Lancar? Mama juga rindu sama kamu sayang. Mana udah sebulan pula gak pulang kerumah. Mama sendiri dirumah,” kata Mama sedih.

“Lancar Ma. Mama lagi dimana ? Bang Rein sama Bapak sehat,” tanyaku sambil duduk tempat duduk yang kebetulan ada. Sangat sedih mendengar ucapan Mama barusan.

Mama lagi masak. Bapak lagi diluar kota. Kalau Rein, kamu taulah lagi liburan panjang gini dia kemana. Selalu pergi bareng teman-temannya. Mama kesepian banget disini,” kata Mama manja. Aku tertawa kecil. Mama ini seperti anak kecil saja.

“Laras rindu masakan Mama,” gumamku sedih.

Lihat selengkapnya