STUDYING

Azizah Rahma Tita
Chapter #3

Senja, Gerimis, dan Pelangi

Jangan pernah bosan memberikan yang terbaik walau hanya sesaat, seperti senja yang ikhlas menjadi perantara siang dan malam, gerimis yang hadir antara hujan dan panas, dan pelangi yang tidak pernah lelah mewarnai langit dalam satu paduan garis walau sesaat.

 

Cita dan Angga masuk ke dalam ruangan Bu Merry dengan sedikit canggung walau mereka sudah beberapa kali berada di ruangan Bu Merry. Suasana di ruangan Bu Merry begitu hangat, rapi dan bersih. Semua barang tertata rapi pada tempatnya, tak heranlah kenapa Bu Merry mendapatkan julukan guru terperfeksionis satu sekolah. Keperfeksionisan Bu Merry sangat berdampak pada kemajuan SMA Garuda hingga menjadi sekolah terbaik tingkat nasional dengan segudang prestasi dan berjuta kontribusinya. SMA Garuda selalu menjadi lawan terganas dalam setiap perlombaan.

Bu Merry mengambil map putih lalu menyerahkan ke Cita, “Cita ini pedoman lomba olimpiade sains, coba kamu baca terlebih dahulu, habis itu kita bahas,” ucap Bu Merry.

Cita mengambil map putih dari tangan Bu Merry, “Baik Bu,” jawab Cita sambil tersenyum karena selalu di buat kagum dengan persiapan Bu Merry.

Cita teringat Bu Merry pernah berkata pada dirinya sebelum mengikuti olimpiade tingkat kota, “Jangan pernah mengikuti atau melakukan sesuatu tanpa persiapan, karena tanpa persiapan sama hal dengan merencanakan kegagalan.”

Usai bersama Cita, Bu Merry mengambil map biru lalu menyerahkannya ke Angga.

“Angga, tolong buat laporan semua kegiatan dari awal hingga akhir, tiga hari setelah kegiatan berikan ke Ibu, dan akan kita evaluasi bersama pengurus lain,” ucap Bu Merry ke Angga.

“Baik Bu,” jawab Angga lalu mengambil map biru.

“Berapa persen persiapan konser Melody?” tanya Bu Merry ke Angga.

“Sudah 95% Bu,” jawab Angga mantap.

Bu Merry tersenyum, “5% lagi apa?” tanyanya.

“5% finalisasi instrument Bu, ada perubahan sedikit,” ujar Angga.

“Secara garis besar aman?” tanya Bu Merry memastikan.

“ Aman Bu,” jawab Angga.

“Usahakan yang terbaik, tampilkan yang paling baik, kalau ada yang kurang tolong sampaikan ke sekolah melalui Ibu, Ibu tidak mau konser Melody besok dan sekalian pengambilan untuk bukti persyaratan lomba bermasalah, Ibu percayakan sama pengurus osis dan kepanitian,” ucap Bu Merry penuh harap.

“Tolong di rancang juga rencana expo akhir semester,” tambah Bu Merry.

“Baik Bu, kepercayaan dari Ibu akan kami jaga dan kami pertanggungjawabkan dengan baik Bu,” jawab Angga.

Angga dan Bu Merry terus mengobrol untuk kebaikan kepengurusan osis ke depannya, di tambah lagi Angga saat ini menjadi ketua panitia untuk konser Melody besok hingga Cita selesai membaca panduan perlombaan.

“Bu, berati perlombaan satu bulan lagi di luar kota?” tanya Cita memastikan.

“Iya Cita, kita akan berangkat ke luar kota,” jawab Bu Merry.

“Bu, berati akan ada karantina selama satu minggu untuk persiapan?” tanya Cita memastikan lagi.

“Ya benar, pihak sekolah memfasilitasi karantina selama seminggu yang langsung di ajar oleh alumni dan peraih medali olimpiade nasional dan internasional,” jelas Bu Merry.

“Baik Bu, Cita paham,” ucap Cita sambil mengucapkan doa dalam hatinya.

Cita, Angga, dan Bu Merry keluar bersamaan ketika hujan sudah reda, udara sangat segar di tambah senja yang mulai menampakkan dirinya, membuat Susana begitu indah.

“Cita pulang dengan siapa?” tanya Bu Merry ketika suami Bu Merry telah datang menjemputnya.

“Cita menunggu jemputan Bu,” jawab Cita sopan.

“Angga dengan siapa?” tanya Bu Merry lagi.

“Angga bawa motor Bu,” jawab Angga.

Bu Merry memperhatikan lingkungan sekitar, “Tunggu sampai jemputan Cita datang baru pulang ya,” perintah Bu Merry ke Angga.

“Baik Bu,” ucap Angga.

Mobil Bu Merry perlahan menghilang dari hadapan Angga dan Cita. Angga dan Cita kembali duduk di kursi sambil menunggu jemputan Cita. Cita terus menelfon supirnya dan 15 menit berlalu masih belum mendapatkan jawaban.

“Ta, gimana?” tanya Angga.

Cita hanya mengelengkan kepalanya dengan pasrah, “Papa mu?” tanya Angga.

Lihat selengkapnya