STUDYING

Azizah Rahma Tita
Chapter #7

Badai

Tak ada luka yang menatap, semuanya hanya prihal waktu

           

Alam seakan paham dan mengerti dengan perasaan Melody, langit cerah sekita berubah menjadi kumpulan awan hitam. Angin berhumbus lebih kencang, menyapu dedaunan yang berguguran. Sesekali Cita dan Embun memperbaiki rambut Melody yang berantakan oleh angin. Tidak seperti biasanya, kali ini Melody seakan lupa dengan penampilan dirinya. Perlahan air mata Melody jatuh bersamaan dengan hujan yang turun. Angga dan Fadlan dengan sigap memindahkan tas mereka ke gazebo yang berada di sudut taman sekolah. Melody masih dengan posisinya di temani Cita dan Embun. Kael terdiam berpeluk hujan melihat betapa sayangnya Melody dengan adik-adiknya.

“Gue kasian lihat Melody,” ujar Fadlan ke Angga ketika mereka sampai di gazebo.

Angga hanya mengangukkan kepalanya lalu menatap ke arah Melody, pakaian yang dikenakannya sudah setengah basah. Tidak menunggu lama, Angga dan Fadlan kembali ke tengah taman untuk melihat kondisi Melody. Hujan semakin deras dan Melody masih belum beranjak dari tangisnya di pelukan Cita. Embun dengan sabar mengusap pundak Melody dari belakang.

“Kali ini, air mataku jatuh bersamaan dengan hujan yang turun membasahi bumi,” ujar Melody pelan tanpa mengubah posisi dirinya.

Embun yang tadi hanya mengusap pundak Melody dari belakang langsung ikut memeluk Melody dari bagian bekalang. Perkataan Melody barusan begitu dalam, Fadlan maju satu langkah memangkas jarak dengan keberadaan Melody. Hujan semakin deras, air mata Melody masih mengalir mengikuti alur cerita yang dibikin oleh alam. Kael, Angga, dan Fadlan berdiri melingkari Melody, Cita, dan Embun yang masih bersimpuh dalam pelukkan. Hujan semakin deras dan angin berhembus kencang, dedaunan pohon bertebangan tak beraturan, sesekali menyapu wajah mereka. 

“Ody,” panggil Cita lembut ketika tidak mendangar suara tangisan Melody lagi.

Melody tidak menjawab, saat ini kepala Melody sangat pusing. Tangan yang tadi meleluk Cita perlahan beranjak memegang kepalanya.

“Melody,” panggil Cita lagi.

Tak ada jawaban dari bibir mungil Melody, “ODY,” panggil Cita bersamaan dengan bunyi petir.

Embun dengan cepat mengoyangkan tubuh Melody, “ODY,” ucap Embun sambil memegang tangan Melody, tangan Melody begitu dingin.

“Melody,” panggil Kael panik yang langsung bersimpuh di hadapan Melody.

“Ya,” sahut Melody singkat dan pelan tanpa merubah posisinya.

“Syukur, gue kira lu pingsan,” ujar Fadlan lantang agar bisa di dengar dalam derasanya hujan sambil ikut bersimpuh.

Angga ikut bersimpuh menyamankan posisi lalu medekatkan tubuhnya dan menaikan tangannya seakan menjadi payung untuk menghambat air hujan agar suaranya di dengar, “Kita pindah!” perintah Angga setelah melihat kondisi Melody.

“Sini aja,” bantah Melody lalu menatap mata Angga.

“TIDAK!” jawab Kael tegas dalam tubuh mengigil karena kedinginan.

“Udah mau reda,” kekeh Melody.

“Tidak menerima penolakan,” jawab Kael dingin.

Cita dan Embun segera membantu Melody untuk bangun, hujan sudah mulai reda angin mulai berhembus dengan damai. Melody berjalan menuju gazebo dibantu Cita dan Embun di kiri dan kanannya. Pelan tapi pasti Melody melangkah melewati beberapa genangan air dan rumput yang basah hingga sampai di gazebo.

Cita dan Embun menatap Melody dalam, wajah oval dengan mata bulat dan bibir mungil yang biasanya selalu ceria mendadak murung. Melody mengangkat kepalanya dan membalas tatapan Cita dan Embun. Melody menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya perlahan lalu tersenyum menatap Cita dan Embun. Cita segera memeluk Melody di susul Embun yang tidak mau ketinggalan.

Lihat selengkapnya