STUDYING

Azizah Rahma Tita
Chapter #9

Nol

“Sampaikanlah sejujurnya, walaupun menyakitkan”

Cita melihat dirinya melalui pantulan cermin, merapikan rambutnya yang masih berantakan dan menambahkan jepit rambut bunga matahari pemberian Embun ketika hari ulang tahunnya. Semalam Cita bergadang belajar persiapan olimpiade yang membuat matanya seperti panda ketika bangun. Cita mempercepat geraknya untuk ke bawah serapan bersama kedua orang tuanya dan adek kembarnya, Fani dan Fino.

“Bergadang lagi, Kak?” Tanya Lena mamanya Cita yang mengendong Fani yang rewel di pagi hari ini.

Cita tersenyum lalu mengelus pipi Fani, “Sedikit bergadang, Ma,” jawabnya sambil tersenyum.

“Tidur jam berapa, Kak?” tanya Papa Tzika yang sudah duduk di meja makan.

Cita sedikit berpikir, “Hmmm, jam 3 Pa,” jawab Cita lalu duduk meja makan.

Papa dan mama Cita sama-sama kaget mendengar anaknya tidur pukul 3 dini hari untuk belajar, “Kak, itu bukan bergadang tapi kamu ga tidur,” omel mamanya.

“Bangun jam berapa, Kak?”

“Jam setengah lima, Pa,” jawab Cita dengan nada rendah.

“Papaaa,” panggil Fino yang berlari menghampirinya di meja makan dengan piyamanya.

 Tzika segera mengendong anak laki-laki kecilnya untuk duduk bersamanya, “Kakak hanya tidur satu setengah jam,” ucap Tzika.

“Mau sakit?” tambahnya dengan nada dingin.

Lena yang masih mengendong Fani duduk di samping Cita, “Bukan kami melarang kakak belajar,” katanya.

“Tapi kakak harus ingat kesehatan kakak yang utama, kalau kakak sakit nanti gimana? Bukan berdampak ke kakak saja, tapi semuanya termasuk sekolah kakak,” nasehat Lena.

“Mama yakin kakak tidak ingin sekolah kecewa karena kakak, mama tau kakak ingin mempertahankan gelar juara yang telah di dapatkan oleh sekolah kakak tahun lalu, mama tau kakak ingin memberikan yang terbaik, mama tau itu semua, karena mama dan papa sudah mengalami itu dulunya, kami telah melaluinya kak. Kakak harus bisa menyeimbangi semuanya terutama kesehatan kakak,” pesan mama sambil menyiapkan serapan.

“Kenapa kakak sampai bergadang gitu? Terlalu banyakkah materi yang belum kakak pelajari?” Tanya Tzika.

“Tidak, kakak udah menyelesaikan semua materinya,” Jawab Cita santai.

“Lalu kenapa, Kak?”

“Kakak keasyikan sampai lupa waktu,” jawab Cita jujur.

Mama dan papa Cita langsung ketawa mendenger jawab dari mulut anaknya itu.

Cita menaiki satu alisnya, “Kenapa Ma, Pa?” Tanyanya heran.

“Sama bangat dengan papamu,” jawab Lena sambil tersenyum.

“Kamu juga sayang,” tidak terima Tzika.

Lena dan Tzika menceritakan sedikit kisahnya ketika sama-sama menjadi mahasiswa dulunya. Tzika mahasiswa kedokteran dan Lena mahasiswa kedokteran gigi yang beda dua angkatan. Mereka pacaran ketika Tzika sudah memasuki dunia coas dan Lena masih menjadi mahasiswa preklinik di satu universitas yang sama. Dahulu belum secangih saat ini teknologinya, jadi mereka selalu bertemu di perpustakaan untuk saling mengobrol. Pertanda mereka bergadang selalu di lihat dari mata yang menghitam dan setiap di tanya kenapa bergadang jawabanya selalu sama, “Keasyikan hingga lupa waktu”.

“Gitu, Kak,” ujar Lena sambil tersenyum.

Cita mendengarkan sambil tersenyum cerita dari mamanya, “Jadi ga bisa menyalahkan kakak dong, karena dapat turunan dari mama dan papa,” tawa Cita.

“Ga gitu juga, kami tidak maunya nanti kakak sakit,” tambah Tzika.

Mereka terus mengobrol sambil menyelesaikan serapannya. Cita sangat bersyukur dengan keluarganya yang hangat. Mama dan papanya yang selalu mendukung dan mengarahkan kemanapun Cita melangkah.

Serapan selesai, mereka melanjutkan altivitas masing-masing. Cita yang berjalan ke depan untuk bersiap berangkat sekolah, Tzika yang bersiap untuk berangkat ke rumah sakit, dan Lena yang mengurus dua anak-anak Fani dan Fino baru ke kliniknya yang berada di samping rumah.

Perjalanan pagi ini begitu damai dan cerah, tidak ada kemacetan, tidak ada keributan, padat dan lancar. Cita mulai membuka tas nya dan mengambil buku pelajarannya hari ini. Cita membaca ulang materi sebelumnya dan membaca sekilas materi yang akan di sampaikan guru nantinya, kebiasaan yang selalu Cita lakukan setiap pagi di perjalanan.

Dua puluh menit berlalu, Cita sampai di sekolahnya dengan pakaian yang rapi dan senyum yang semergah. Cita pamitan ke Pak Diman sopirnya lalu menundukan kepalanya sebentar untuk berdoa lalu melangkahkan kaki untuk menuju gerbang sekolah. Dari tangga Cita dapat melihat Embun dan Melody sudah melambaikan tangan ke dirinya. Cita segera mempercepat langkahnya untuk menghampiri Melody dan Embun.

Lihat selengkapnya