Selepas sholat subuh, Napisa menyiapkan sarapan pagi serta keperluan lainnya. Sedangkan Hafni sholat di masjid. Belum kembali ke rumah, mungkin mengobrol dulu dengan beberapa jama'ah pria.
Lima menit kemudian, Hafni pun datang. Napisa menyambut kedatangan suaminya dengan cara yang romantis. Salim tangannya lalu memeluknya. Hal ini sudah biasa mereka lakukan. "Sayang, kamu tau gak mimpi Abang malam tadi?"
"Ya gak tau Bang, aku kan bukan peramal..." jawab Napisa biasa saja.
"Eh bentar dulu. Apa jangan-jangan kamu lagi ngidam ya? Soalnya mimpi Abang malam tadi, liat manga muda yang belum dipetik. Pohonnya pendek di dekat rumah. Abang jadi pengen mangga itu. Tapi mungkin kamu sih yang ngidam, iya gak?" goda Hafni.
Napisa mendengus napasnya. Ilmu dari mana yang disampaikan Hafni itu. Yang mimpi suaminya, kok si istri yang disalahin. "Aneh kamu Bang. Tapi moga aja aku ngidam nanti ya... biar punya anak, hehe."
"Aamiin," ucap mereka barengan.
***
Hafni telah siap berangkat ke tokonya. Sebuah toko yang cukup luas, serta barang jualan yang memenuhi ruangan. Sembako adalah dagangan utama di tokonya. Hafni mempunyai dua karyawan laki-laki, sehingga istrinya tidak diajak ikut.
Napisa menyalami tangan Hafni, lalu ia dicium keningnya. Lalu berpelukan lagi. "Abang berangkat dulu ya, kamu baik-baik ya. Kalo kangen telpon aja, kalo ada sesuatu, hubungi aja suamimu tercinta ini. Iya-iya, insya Allah Abang pulang kok siang nanti, kita makan bareng ya... Oh ya untuk mangga muda, Abang sempatin cari nanti untuk kamu ya, hahah."
Napisa cuma mengangguk mengiyakan perkataan suaminya. Kalo dia bawel juga, bakal telat berangkat Hafni nanti. Lalu Hafni naik motornya sambil bersenandung, kebiasaan yang jarang ia tinggalkan. "Hati-hati Bang!" tutur Napisa pelan.