Setelah sarapan pagi, Hafni membantu istrinya mencuci piring. Ia sambil bernyanyi sesuka hati, sedangkan Napisa cuma menyimak suara suaminya. "Sayang, kamu bisa main kelereng gak, atau main catur gitu. Kalo Abang bisa keduanya. Walau enggak jago-jago banget..." cerocos Hafni sambil meletakkan piring yang telah bersih.
"Gak bisa Bang, gak pernah main kelereng. Kalo catur pernah nonton aja, itu pun bikin pusing Bang, hehe." Hafni pun manggut-manggut mendengar jawaban istrinya. Lalu Napisa bertanya kenapa Hafni tiba-tiba menanyakan itu.
"Hahah, entar juga kamu tau kok. Abang mau berangkat dulu ya. Kamu masih ingat kan kalo Abang pulangnya lebih cepat... kan hari ini hari jum'at Sayang. Jadi Abang pul-" belum selesai Hafni bicara, Napisa langsung menjawab, "Iya-iya Bang, bawel banget sih..."
Hafni terbahak-bahak jadinya. Kemudian ia siap berangkat ke tokonya. Tentu saja ada ritual romantis yang mereka berdua lakukan. Napisa menyalami tangan Hafni, terus keningnya dicium Hafni, lalu berpelukan sebentar. Romantis bukan? Jomblo mah kagak bisa meniru hal ini, hahah.
Sesampainya di kantor, atau lebih tepatnya toko Hafni. Ia memanggil salah satu anak buahnya yang masih hidup dan tak bisa mengamuk. "Kira-kira bagus gak, menarik bukan?" ucap Hafni menjelaskan maksudnya pada Ewan. Pemuda itu setuju dengan rencana bosnya.
"Tapi agak susah sih bos cari perempuan yang jago atau yang paham..."
"Hmm, betul juga. Nanti kita bicarakan lagi ya," kata Hafni mengakhiri obrolan itu. Mereka lalu sibuk dengan tugasnya masing-masing. Hingga jam 11 pun tiba, tandanya toko siap untuk tutup.
"Bos kita emang unik sekaligus aneh ya, wkwk."
"Hahaha, iya lagi. Tapi gue salut sama beliau. Kok kepikiran ya ide kocak gitu," ujar Uden menambahkan. Mereka ngobrol di motornya yang menyala dan melaju melewati makhluk lainnya.