"Bang... boleh gak, aku gak ikut keluar?" ucap Napisa tiba-tiba yang membuat Hafni kaget. "Loh kenapa Sayang, kan kamu tinggal duduk doang. Liatin orang lomba, gak ngapa-ngapain. Cuma nontonin aja loh... Nah kalo Abang ikut main nantinya. Beuh... pasti seru," kata Hafni mencoba meyakinkan.
Napisa menggeleng pelan. Wajahnya menunduk, suaranya lebih rendah, tak begitu nyaring. "Aku kurang enak badan Bang."
"Oh gitu ya. Kalo gitu kamu istirahat aja ya. Atau minta temen kamu yang nememin kamu disini. Biar Abang tetap bisa main."
"Mmm, tapi Bang... aku pengen sama Abang aja," tutur Napisa sedikit manja. Hafni tersenyum, lalu ia menuruti keinginan istrinya.
Karena Hafni dan Napisa tak menyaksikan lomba, jadi untuk ketua sekaligus penanggung jawab perlombaan yakni Yadi dan Ayya. Orang-orang sudah banyak berkumpul. Ada pedagang yang sambil mengais rezeki. Ada penonton bebas pajak. Dan tentu saja ada peserta lomba.
"Lima menit lagi mulai ya... Semua ready?" seru Uden, yang mewakili ketua Yadi. Semua menganguk tanpa protes. Panitia lomba ini terpisah, sebab perlombaan juga terpisah. Untuk tim Yadi cuma beberapa orang saja. Tak seperti tim Ayya, harus banyak. Karena pesertanya banyak, jadi memudahkan jalannya lomba ini.
Ewan menghampiri Uden. "Den, umumkan peserta agar bersiap-siap. Bentar lagi pas jam delapan!" Uden pun mengambil mikrofon yang disediakan. "Lomba dimulai!" pekik Uden semangat dalam ucapan terakhirnya.
Untuk peserta lomba kelereng level dewasa jumlahnya ada 58 orang. Sedangkan level anak-anak ada 20 orang saja. Dan untuk lomba catur, berjumlah 16 gadis saja. Kalau emak-emaknya totalnya 67 orang. Setiap pertandingan waktunya 20 menit. Direncanakan lomba berakhir sebelum Zuhur tiba.
Dari dalam rumah, Napisa mendengar sorak demi sorakan. Menandakan lomba sedang berlangsung. Suara Uden dan Catriy tak begitu jelas, meski memakai mikrofon. Lalu Hafni? Lelaki itu telah ketiduran. Padahal yang kurang enak badan itu istrinya, tapi malah dia yang ketiduran.