"Bang, aku hamil..." ucap Napisa memecah keheningan. Walau Hafni bawel, ia juga bisa diam dan tenang. Karena banyak bicara itu membutuhkan energi.
Hafni seketika kaget, membuka mulutnya lebar-lebar. "Hah? Beneran Sayang? Kok baru sekarang sih kasih tau Abang. Kan Abang belum bikin persiapannya, kayak beli tempat tidur bayi, pakaiannya, mainannya, dan perlengkapan lainnya Sayang. Oh ya, berarti kamu ngidam nih, ngidam beneran, gak becanda kan? Mau apa Sayang, mau mangga muda, durian, anggur, pepaya, salak, atau tomat? Atau mau ikan-ikanan, kek ikan nila, lele, piranha, salmon, hiu dan kuda nil. Eh kuda nil bukan ikan ya, hehe. Jadi mau apa Sayang, kok diam aja?"
Napisa sedikit cemberut. "Ya gimana mau ngomong Bang, Abang aja bawel mulu dari tadi. Tapi sekarang aku gak pengen apa-apa. Cuma mau dipeluk aja, sama kamu Abang sayang," manja Napisa malu-malu. Hafni pun tertawa puas, lalu memeluk istrinya dengan bahagia. Tak lupa ia melanjutkan bawelnya.
"Eh eh, Abang baru ingat... nama untuk anak kita nanti saha euy? Kamu udah ada nama-nama calon bayi kita Sayang? Kalo belum, ya kita pikirkan dari sekarang. Kalo udah, ya kamu simpan dulu. Abang mau cari nama yang kepikiran oleh Abang sendiri. Nanti kita diskusi kalo udah ada 20 nama-namanya. Itu 10 nama anak cowok dan 10-nya lagi nama anak cewek. Gimana Sayang, setuju gak?"
***
"Sayang, Sayang... kok kamu diam aja dari tadi, kamu melamun ya. Mikirin apa Sayang. Abang udah capek loh banyak cerita ini itu, eh kamu malah bengong sendiri... Abang ngajak kamu disini ya emang buat liat indahnya pemandangan malam yang berwarna biru gelap, dihiasi bintang-bintang gemerlap. Tapi gak harus sampai melamun juga Sayang. Coba kamu bilang, kamu melamun apa Sayang?" desak Hafni pada istrinya yang baru sadar dari lamunannya tadi.
Ternyata Napisa hamil tadi cuma hayalannya saja. Napisa pun jujur pada Hafni tentang pikirannya tadi. Hafni pun dengan bijak membuat Napisa jadi tenang kembali. Mereka pun pulang ke rumah. Di jalan saat bermotor, Napisa memeluk suaminya lebih erat dibanding sebelumnya. Karena apa, ya karena sayang lah masa enggak.
Sebelum sampai rumah mereka, mendekati halamannya, Hafni meminta istrinya turun terlebih dulu. Napisa bingung dong. "Kenapa harus turun sih, emang ada apaan?" batin Napisa. Lantaran Napisa merupakan istri yang penurut, jadi dia mematuhi suruhan Hafni.