Suami Magnetis

Shanum Belle
Chapter #4

Identitas Suamiku

Aku mengantar kopi dan beberapa kudapan manis untuk Pak Malik. Saat memasuki ruangannya, beliau sedang membaca laporan keuangan tahunan 2022.

Mukanya berbinar karena pencapaian sales tahun kemarin mencapai angka seratus lima belas persen dari target yang ditentukan oleh perusahaan, di mana pertumbuhan sales 37,7% lebih tinggi dari tahun 2021.

Hal ini dipengaruhi oleh banyaknya pengusaha yang mendirikan merek baru di bidang kosmetik dan perawatan kulit. Tentu saja mereka memercayakan produksinya di Pecitra.

“Alba, duduk dulu!” ucap Pak CEO.

“Baik, Pak.” Aku menempati sofa yang terletak tidak jauh dari pintu masuk.

Pak Malik datang kemari membawa berkas yang berisi data para perempuan lajang yang aku berikan padanya beberapa hari yang lalu.

“Kamu atur pertemuan dengan mereka. Satu orang saat makan siang, masing-masing satu orang di jam tujuh dan delapan malam, setiap hari. Selebihnya, atur jadwal untuk satu perempuan setiap tiga puluh menit mulai dari jam delapan pagi hingga tujuh malam saat akhir pekan.” Dia kembali ke mejanya, menyesap kopi.

Ya Tuhan!! Tolong aku.

Apa yang telah terjadi dengan Pak Bos? Awalnya beliau adalah manusia yang tidak peduli pada apa pun selain uang dan perusahaannya. Mengapa sekarang dia sangat peduli dengan kencan buta?

Mungkinkah si Bos ingin merayakan kesuksesan perusahaan yang dia pimpin, dengan bersenang-senang bersama perempuan? Atau mungkin dia sedang berusaha mengurangi risiko mengidap kanker prostat di kemudian hari?

***

Sesuai dengan perintah Pak Malik, hari-hariku menjadi sangat sibuk karena pekerjaan tambahan sebagai makcomblang dadakan. Senin membuat si Bos bertemu dengan Sinta, Shandy, Sherly. Selasa si bapak bertemu dengan Mikha, Marsha, dan Monica. Begitu seterusnya hingga atasanku menemukan wanita yang cocok.

Mengatur pertemuan antara Pak Malik dengan para wanita pilihan harus dilakukan dengan hati-hati, jangan sampai mereka tahu kalau atasanku itu menghadiri kencan buta sehari tiga kali seperti minum obat.

Ada satu lagi yang tidak kalah penting, aku selalu memastikan agar Pak Malik mengingat data diri perempuan yang ditemuinya sesuai jadwal, jangan sampai beliau tidak ingat nama mereka,  apalagi namanya tertukar antara perempuan yang satu dengan yang lain.

***

Dua minggu setelah menjadi makcomblang, badan rasanya mau runtuh. Bukan hanya karena kelelahan fisik, melainkan juga beban moral yang harus dipikul karena aku harus berdiri pada dua sisi.

Pada sisi Pak Malik yang menjadi atasanku, ada tuntutan untuk mencapai keberhasilan dalam mempertemukan beliau dengan wanita ideal yang sesuai kriteria yang beliau idamkan. Sedangkan pada sisi wanita yang menjadi pasangan kencan Pak Malik, di lubuk hatiku yang paling dalam, aku merasa bersalah karena menjodohkan mereka dengan seorang pria yang tidak memiliki pengalaman dengan wanita sehingga dia tidak tahu bagaimana harus menjaga sikap.

Diri ini sungguh letih karena tugas pribadi dari Pak Malik belum mendapat hasil yang memuaskan. Dari semua wanita yang aku atur untuk kencan dengan beliau selama dua minggu ini, tidak satu pun dari mereka yang berhasil mencuri hati sang CEO.

“Hah. Aku harus cari perempuan di mana lagi untuk Pak Bos, ya? Mana daftar namanya sudah habis.”

“Perkataanmu luar biasa ya. Kalau ada orang lain yang mendengar, mereka pasti mengira kalau saya ini adalah gadun metropolitan.”

Jantung ini hampir saja melompat dari dalam dada karena posisi Pak Malik tepat di belakang meja kerjaku. Efek kejut yang ditimbulkan sama besarnya seperti kondisi tubuh manusia saat melihat suatu penampakan di siang bolong. Apalagi perkataan yang Pak Malik lontarkan, terdengar seperti guntur di antara letusan gunung api.

Lihat selengkapnya