Suami Pelit Bin Medit

Dara Apriliani
Chapter #1

Menanggung Malu

“Mas, dasterku sudah lusuh dan sobek. Boleh-lah, dibelikan yang baru.” Lastri menghampiri suaminya yang sedang duduk di teras sambil minum kopi. Digenggamnya daster panjang di bawah mata kaki itu sebagai tanda bukti. “Mana, Mas lihat dulu.” Aga menaruh cangkir kopinya dan meneliti daster yang diserahkan Lastri. “Alah! ini masih bagus, kok. kamu tambal-lah lagi,” jawab Aga menyerahkan kembali ke-tangan Lasti.

“Tapi ... ini sudah pudar warnanya, Mas. Tambalannya pun sudah di mana-mana. Ayolah, Mas belikan daster baru,” bujuk Lastri dengan wajah memelas. “Ya sudah, nanti sore kita ke pasar beli dastermu.”

“Beneran, Mas?” Mata Lastri langsung berbinar-binar. “Iya. Mas janji. Mas mau berangkat ke kantor dulu. Takut telat. Oh ya tolong cangkirnya nanti bawa ke dalam.” Aga bangkit dan menyerahkan tangannya untuk disalami Lastri. 

Lastri pun menyambut tangan suaminya dengan wajah yang begitu bahagia.  “Dadah! Hati-hati, ya, Mas. Nanti sore. Jangan lupa.” Lasti melambaikan tangan ke arah suaminya yang sudah berada di atas sepeda motornya.

“Iya!” teriak Aga menyalakan motornya. Lalu, menancapkan gas setelah dipanaskan mesinnya.Lastri lalu mengayunkan kakinya ke dalam rumah sambil bersenandung lagu dangdut kesukaannya. Tidak lupa cangkir bekas Aga langsung di cucunya bersih dan diletakkan di rak. 

***Sore telah menjelang. Batang hidung Aga belum juga muncul. Padahal biasanya pukul lima, Aga sudah santai di rumah. Kini jam sudah menunjuk di angka enam. Lelaki itu tidak tampak juga.

“Ke mana, ya. Mas Aga.” Lastri mondar-mandir di dalam kamar, kaya setrikaan. Pikirannya begitu kalut takut terjadi apa-apa dengan suaminya. Di samping itu Lastri juga teringat akan janji Aga yang akan mengajaknya sore ini ke pasar. 

Deru sepeda motor, terdengar jelas di telinga Lastri. Ia paham betul itu suara motor suaminya. Bergegas Lastri melangkah keluar untuk menemui suaminya.

“Syukurlah Mas Aga sudah pulang.” Lastri tersenyum Manis di sambutnya tas kerja suamimya. “Gimana mas jadi?” tanya Lastri. Mengingatkan suaminya kembali pada janji pagi tadi.

“Jadi apa, ya, Las? Aku lupa.” Aga menerobos masuk dengan alis bertaut.

“Janji Mas yang tadi pagi. Masa baru beberapa jam sudah lupa, Mas. Coba diingat-ingat lagi. Kamu mau ngajak aku ke mana sore ini.” Lastri mengikuti langkah kaki Aga ke mana pun pria itu melangkah.

Aga mencoba mengingat-ingat akan janjinya pada sang istri.

“Oh! Masalah ke pasar beli dastermu itu, ya."

“Nah iya, Mas. Jadi? Sekarang?”

“Duh, nanti malam saja, ya. Mas masih capek. Atau besok deh, ya. Kan besok hari libur."

Aga tiba-tiba saja memijat-mijat tengkuknya. Kemudian Aga pamit masuk ke kamar. Meninggalkan Lastri yang memasang wajah kecewa.

Gagal lagi gagal lagi. Lastri mendengkus kesal. Ini sudah sekian kali, suaminya selalu menunda permintaannya. Ujung-ujungnya malah tidak sesuai ekspetasi Lastri.

Seperti saat seminggu yang lalu, Lastri pasti akan mengenang kisah itu. Tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya.

“Mas, kayaknya malam-malam gini enaknya makan bakso deh. Ditambah sekarang lagi hujan. Pasti makin mantap.” Lastri meluncurkan kode mautnya.

“Bener juga, ya, Dek,” ucap Aga meminum kopi hitamnya. Memang Aga doyan sekali sama yang namanya kopi. 

Lihat selengkapnya