Hari ini Aga libur bekerja. Lastri yang tidak lupa akan janji sang suami untuk mengajaknya ke pasar hari ini . Sudah tampil rapi. Perempuan itu sudah mandi sebelum subuh, menyiapkan sarapan untuk mereka dan membersihkan setiap penjuru ruangan.
Lastri tersenyum-senyum, sembari menatap jarum jam yang terus saja bergerak.
Jarum itu sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi, itu artinya setengah jam lagi. Pasar yang akan dikunjunginya bersama sang suami buka.
Betapa senangnya hati Lastri, sebentar lagi daster baru jatuh ke-tangan putih mulus tanpa noda itu, walaupun saban hari, tangannya selalu mengucek baju pakai sabun detergen yang harganya bikin panas tangan sampai ke-hati.
Padahal di rumah mereka terpampang nyata mesin cuci. Namun, suaminya selalu bilang.
“Pakai tangan saja, lebih bersih dan irit, sayang,” ucap Aga dengan tutur kata lembut, selembut sutra.Bukannya Lastri meleleh dengan kata manis suaminya. Dia malah mau muntah!
Saat itu juga dirinya hanya dapat pasrah dan berkomat-kamit sendiri. Tanpa mampu mengeluarkan unek-uneknya pada suami yang pelitnya sudah kelewat batas.Lastri duduk dengan gelisah di depan meja makan. Perempuan berusia 28 tahun itu tengah menunggu Aga yang masih sibuk di kamar mandi.
“Lama sekali, sih Mas Aga.” Lastri menyandarkan dagunya ke ujung meja. “Mandi atau buang hajat, sih. Biasanya juga mandinya kaya bebek! Set sat set,” gerutu Lastri sambil menatap telur dadar bikinannya yang cantiknya kayak putri Indonesia.
Saking iritnya si Aga. Bininya disuruh masak telur saban hari, mana dikasih resep bikin telur dengan bermacam aneka.
Aga keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggang. Badannya persis roti sobek, kotak-kotak. Itu-lah mungkin kelebihan Aga yang membuat Lastri jadi budak cinta, sehingga kekurangan Aga yang se-abrek mampu membuat Lastri mendadak buta. “Wah, telur dadar bentuk hati, ya kali ini. Nggak sia-sia mas kasih kamu buku resep selama ini, kreatif setiap harinya. Kalau gitu nanti mas belikan lagi bukunya di pasar loak.” Aga menatap telur dadar itu dengan mata yang berbinar. “Mungkin selanjutnya bikin tempe apa tahu,” kekeh Aga.
Lastri memutar bola matanya malas. Kalau bukan suami, mungkin ia sudah menendang lelaki ini keluar rumah. Saking jengkelnya. Tapi, lagi-lagi hanya bisa disimpan di dalam hati.
Belum saatnya, Lastri! Nanti akan ada saatnya bom atom itu akan meledak dengan dahsyat. Perempuan itu bergumam di dalam hatinya.