Suami Pelit Bin Medit

Dara Apriliani
Chapter #6

Kecemburuan Aga

Maaf kalian sudah menunggu lama, ya?” tanya Yuli melempar senyum ke arah keluarga Amar. Perempuan itu duduk di samping Amel. Setelah membawakan beberapa camilan dan teh. “Silakan dimakan dulu.”

“Nggak apa-apa, Bu. Terima kasih atas sambutannya.”

“Sama-sama. Sampai di mana tadi pembicaraannya?” Yuli tersenyum ramah kepada keluarga Amar secara bergantian.

“Kami sudah mengutarakan niat baik anak kami Amar untuk melamar Amel anak perempuan ibu. Kalau kakaknya dan Amel sudah setuju. Bagaimana dengan ibu?” tanya Juan— Ayah Amar dengan wajah serius.

“Saya sih setuju-setuju saja. Asal anak saya bahagia.”

“Kalau gitu berapa ibu minta maharnya? Dan kapan kita laksanakan acaranya?” tanya Maya—Ibu Amar.

“Ya, kalau bisa diatasi lima puluh, ya. Bu.  Tahu sendiri anak saya masih disegel dan cantik pula.” Cerocos Yuli. “Masalah tanggal saya serahkan kepada ibu dan bapak yang lebih tahu tanggal baik. Kalau bisa bulan depan. Tahu sendiri anak perawan kalau terlalu lama dinikahkan bikin dag dig dug ser!”

“Ah, iya, Bu kami sangat mengerti. Baik secepatnya kami akan mengatur tanggal baik itu. Kalau gitu kami pamit pergi. Assalamualaikum.” Juan beranjak dari duduknya bersalaman dengan keluarga Amel. Diikuti Amar dan Maya. Ketika bagian Amar dan Amel bersalaman.  Mereka tampak tersenyum malu-malu.

“Semoga lancar sampai hari H ya, Dek.  Tunggu Mas menghalalkan kamu.” Amar membisik-kan ke telinga Amel.

Amel hanya mengangguk malu.

Setelah mobil Amar melaju keluar dari halaman rumah Yuli. Perempuan paruh baya itu tampak bingung melihat wajah anak lelakinya.

“Kamu kenapa sih, Ga. Kok sejak tadi gelisah?” tanya Yuli menatap wajah anaknya.

“Iya. Nih tadi saja Mas Aga banyak diamnya,  Bu.  Bikin kesal saja.”

“Lastri ada di mana, Bu. Kok tadi nggak bareng ibu keluar?” Tanpa menjawab pertanyaan Yuli.  Aga langsung menanyakan keberadaan istrinya. Ya! Aga memang sangat mencintai Lastri . Namun kekurangannya yang pelit itu sangat menyiksa Lastri. Mau beli apa-pun harus izin dulu. Kalau perlu dicatat dulu rinciannya.

Pernah beberapa hari yang lalu. Teman-teman Aga berniat silaturahmi ke-rumah Aga dan Lastri. Sekalian menyambut perayaan ulang tahun lelaki itu yang ke -30 tahun.

“Dek, tolong belikan sayur-sayuran dan ikan di akang sayur keliling. Teman-teman mas nanti siang mau ke sini.  Sekitar lima orang.  Silaturahmi, sekalian ngerayain pertambahan umur, Mas,” ucap Aga menyerahkan uang seratus ribu. “Kalau bisa beli daging. Ya. Sama dicatat berapa habisnya. Mas mau berangkat kerja dulu.”

Lastri hanya mengangguk pasrah. Perempuan itu menggenggam uang itu dengan erat. Baru kali ini pikirnya ... uang seratus ribu ada digenggamannya. Itu juga uang untuk perayaan ulang tahun suaminya. Bukan miliknya.

Kenapa suaminya bisa merayakan acara makan-makan bersama para teman  kantornya dan ulang tahunnya? Sementara sehari-hari mereka. Harus irit. Makan telur dan telur melulu.

Pagi itu juga setelah suaminya berangkat kerja. Lastri bergegas membeli bahan masakan untuk menyiapkan para tamu Aga nanti sore. 

Lihat selengkapnya