Suami Pelit Bin Medit

Dara Apriliani
Chapter #7

Pertengkaran

“Lastri di mana, Bu?” tanya Aga lagi. Memastikan!

“Ah ... itu, dia lagi di toilet, Ga. Katanya sakit perut.  Mules!”

“Ini bukan ulah ibu-kan?” tanya Aga mengerutkan Alis.

“Nggak-lah! Ngaco kamu! Dia itu tadi makan terlalu banyak. Ya mungkin saja ... perutnya nggak terima.”

Aga tak menggubris ucapan Yuli lagi. Lelaki itu segera membawa kakinya ke depan toilet.

“Bu! Benar ini bukan kerjaan ibu?” tanya Amel menatap mata ibunya dengan serius . Setelah kakaknya itu sudah jauh melangkah. Dan tidak akan mendengar kata-kata mereka lagi. Pastinya.

“Kamu juga seperti kakakmu.  Menuduh ibu?” tanya Yuli memasang wajah tak suka.

“Bukan gitu, Bu ....” Amel langsung menunduk. Merasa bersalah.


“Tapi ... dugaan kalian memang benar!” Tawa Yuli langsung pecah.

“Maksud ibu?” Amel mengangkat kepala dan menatap ibunya, meminta jawaban.


“Memang ibu yang melakukannya! Mencampurkan obat pencuci perut ke dalam makanan Lastri.” Yuli tersenyum puas.

“Astaga! Hampir aja jantungku copot, Bu! Kenapa aku juga dikerjain sih, Bu.  Tadinya ... aku sudah mengira ibu marah, karena aku juga menuduh ibu seperti Kak Aga.” Amel menghela napas panjang. Lega  rasanya.

“Nggak-lah.  Nggak mungkin ibu marah sama anak gadis ibu.” Yuli tersenyum dan memeluk Amel dengan erat.

*

“Kamu habis makan apa sih, Dek di rumah ibu tadi? Kok sampai mules?” tanya Aga sambil menjalankan sepeda motornya. Pelan. Mereka sudah pergi dari rumah Ibu Aga.

“Minum teh dan kue kering yang dibawakan ibu,” ucap Lastri dengan wajah begitu dingin.

Sebenarnya ... Lastri begitu yakin ini ulah dari ibu mertuanya. Entah! Apa yang sudah di lakukan ibu mertua kepadanya,  yang jelas sifat Yuli yang mendadak baik itu, sudah membuat Lastri curiga dan akhirnya sekarang ... terbukti, ibu mertuanya masih sangat menyimpan dendam dan benci padanya.

Apalagi kalau bukan masalah Lastri mengajak Aga untuk hidup mandiri.  Berpisah dengan Yuli.


“Apa kamu berpikir ibu yang melakukannya?” tanya Aga masih fokus ke jalanan.


“Entahlah. Aku takut berburuk sangka.”

“Mas tahu istri mas ini baik dan shalehah. Tidak mungkin berpikiran jahat kepada orang lain.  Apalagi ibu mertua sendiri.”

“Ya!” Hanya itu yang keluar dari mulut Lastri. Walaupun hatinya melawan penuh yang diucapkannya tadi.  Dia seratus persen percaya ini kelakuan buruk ibu mertuanya.

*

Lastri melangkah seorang diri masuk ke kamarnya. Dengan mata yang sembab dan wajah kusut.

Kejadian yang baru saja terjadi mampu membuat hatinya jengkel, karena ulah mertuanya dia harus menderita,  ditambah lagi dia harus menelan pil pahit kekecewaan dan malu yang tak bisa dilupakannya seumur hidup akibat kelakuan medit suaminya.

Sekitar setengah jam yang lalu ....

Lihat selengkapnya