Lastri melangkahkan kaki ke-dapur. Niat hatinya ingin membuat teh untuk bersantai di depan televisi.
Rutinitasnya sebagai ibu rumah tangga memang begini setiap harinya. Mengerjakan pekerjaan rumah, bersantai sampai kembalinya suami dari tempat kerja.
Sempat dia mengutarakan niatnya untuk bekerja kepada sang suami. Namun Aga selalu menggelengkan kepala dan tidak setuju pada keinginannya.
“Mas, nggak izinkan kamu kerja. Titik!” ucap Aga pada saat Lastri mengutarakan niatnya.
“Tapi kenapa, Mas?”
“Perempuan tak wajib bekerja. Lagi pula kamu butuh istirahat di rumah agar segera mendapat momongan.” Masih terlintas kata-kata itu di pikiran Lastri.
Padahal Lastri pikir dengan ia bekerja, dapat membantu perekonomian suami serta mencukupi kebutuhannya. Di lain sisi, ia juga ingin menghilangkan kebosanan yang setiap hari melandanya.
Tok Tok Tok
Pintu rumah Lastri diketuk. Lasri yang tengah asyik meminum teh di depan televisi, segera beranjak dari tempat duduknya, masuk ke kamar untuk mengambil kerudung. Karena takutnya yang di luar seorang lelaki.
“Paket!” Teriak seseorang itu dari luar.
“Untuk siapa?” tanya Lastri mengintip seseorang itu dari balik jendela. Ternyata pria itu kurir pengantar paket.
“Untuk Ibu Lastri Bunga Mentari!” ucap kurir itu menatap kertas yang tertempel di kotak itu.
Nama yang di sebut kurir itu nama panjangnya. Apa itu untuknya. Tapi setahunya dia tidak pernah pesan apa pun. Jangankan untuk memesan paket, makan sayur saja dia harus mikir dua kali. Dari siapa, ya kira-kira. Apa dari suaminya? Mau kasih kejutan?
“Mbak benar ini keberadaan Ibu Lastr—“
Belum sempat kurir itu melanjutkan ucapannya. Lastri langsung memotongnya.
“Benar, Mas. Saya Lastri. Taruh saja di depan pintu, sudah dibayarkan?”
“Sudah dibayar?” tanya Lastri.
“Sudah, Mbak.”
“Taruh saja di depan pintu.”
“Iya.”
Sesaat kemudian suara kurir itu tak ada lagi. Berganti dengan suara sepeda motor yang makin menjauh dari rumah mereka. Lastri buru-buru membuka pintu dan membawa barangnya ke-dalam.
“Apa isinya, ya,” pikir Lastri setelah meneliti paket itu.
*
Aga menghentikan sepeda motornya di halaman rumah Yuli. Pria itu tidak mengerti kenapa ibunya memaksanya untuk ke rumah. Beruntung-nya hari ini tanggal merah. Jadi dia lebih leluasa untuk bepergian. Walau terkadang ada panggilan darurat dari tempat kerjanya yang harus di segerakan.