“Aku harus ke mana?” Lastri berbicara sendiri. Wajahnya tampak murung.
Sudah hampir berapa kilo kakinya melangkah. Dilihatnya uang di dompet tersisa lima puluh ribu. Hasil menabungnya beberapa hari dari jatah yang setiap hari dikasih sang suami.
Lastri tidak mungkin rasanya nekat pergi ke kampung dengan uang segini. Mana sudah malam sekali, bus pasti sudah tak ada.
Lastri terus melangkah, tanpa perempuan itu sadari ada sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.
“Awas!” teriak pengemudi itu. Namun, sayang tubuh mungil Lastri sudah terempas. Terkapar di aspal.
Bukannya menolong pengemudi itu malah tancap gas meninggalkan Lastri dengan luka yang cukup parah.
Sampai akhirnya pengemudi lain melihat keberadaan Lastri.
“Astaga! Ada wanita yang terkapar, Dam,” ucap seorang perempuan yang duduk di samping pengemudi yang dipanggil— Dam itu.
Pengemudi itu langsung mendadak berhenti.
“Iya, Mah. Sepertinya korban tabrak lari.”
“Ayo kita bantu.” Tanpa aba-aba perempuan yang umurnya kisaran lima puluh lima tahun itu, membuka pintu mobil dan berlari pelan ke arah Lastri. Diikuti sang anak lelakinya yang usianya berkisar tiga puluh lima itu.
“Lastri!” teriak lelaki itu dengan tatapan terkejutnya.
“Kamu kenal sama dia, Adam?” tanya perempuan paruh baya itu. Melirik ke arah anaknya.
“Dia istri sahabatku, Mah.”
“Kok bisa ada di sini. Ke mana suaminya?” tanya perempuan paruh baya itu kembali menatap Lastri yang mengenaskan itu.
“Adam nggak tahu, yang jelas sekarang kita harus bawa dia ke-rumah sakit.” Lelaki itu gegas mengangkat tubuh Lastri dan membawanya ke dalam mobil. Ibu dari Adam mengangguk pasti.
Sesampainya di rumah sakit.
“Kamu sudah hubungi suaminya?” tanya perempuan paruh baya itu.
“Sudah. Tapi, nggak diangkat, Mah,” jawab Adam terduduk di kursi tunggu.
“Keluarganya?” tanya perempuan paruh baya itu lagi.
“Nggak punya nomornya. Lagi pula jauh. Di kampung.”
“Coba kamu cari kontak keluarganya di sini,” usul perempuan itu, menyerahkan gawai jadul berwarna hitam.
Adam mengangkat alisnya. Heran. “Punya siapa?”
“Sepertinya ini milik istri sahabat kamu itu, mamah dapat di ranselnya.”
“Oh iya, coba Adam hubungi suaminya lewat sini.”
Adam langsung menerima gawai itu, dan mencari kontak Aga. Siapa tahu bila istrinya yang menelpon, dia akan menerimanya. Pikir Adam. Akan tetapi sia-sia. Nomor telepon Aga tak kunjung aktif.