Setelah kepergian Rangga, rumah terasa hampa. Namun, Dewi tahu bahwa ia tidak punya pilihan selain melanjutkan hidup. Anak-anak menjadi alasan utamanya untuk bangkit, meskipun luka di hatinya masih terasa dalam. Setiap pagi, Dewi memulai harinya dengan senyum yang dipaksakan, memastikan anak-anaknya tidak merasa kehilangan kehangatan seorang ibu.
Dewi mulai menemukan pelipur lara dalam lingkaran sahabat-sahabatnya. Rina, sahabat lamanya, menjadi orang pertama yang selalu ada untuk mendengarkan keluh kesahnya. “Kamu lebih kuat dari yang kamu pikir, Dewi. Aku yakin kamu bisa melewati ini,” kata Rina sambil menggenggam tangan Dewi erat-erat.
“Tapi aku tidak tahu harus mulai dari mana, Rin. Semuanya terasa begitu berat,” jawab Dewi dengan suara pelan. Matanya memerah, tanda bahwa ia baru saja menangis.
Rina tersenyum, mencoba memberikan semangat. “Mulai dari hal kecil. Lakukan sesuatu yang kamu suka. Ingat, kamu bukan hanya seorang istri atau ibu. Kamu juga Dewi yang hebat, yang dulu penuh mimpi.”
Kata-kata itu membekas di hati Dewi. Ia mulai mencari cara untuk menemukan kembali dirinya yang sempat hilang. Salah satu hal yang ia lakukan adalah kembali ke hobinya yang dulu — memasak. Dewi mulai mencoba berbagai resep baru di dapurnya, bukan hanya untuk anak-anak, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Aktivitas ini memberikan sedikit warna dalam hari-harinya yang suram.