Rangga memutuskan bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk menyelesaikan semuanya. Setelah menghadapi banyak ancaman dan tekanan dari Siska, ia menyadari bahwa selama ia membiarkan Siska memiliki kendali atas hidupnya, ia tidak akan pernah bisa benar-benar bebas untuk memperbaiki hubungan dengan Dewi dan anak-anaknya.
Malam itu, Rangga memarkir mobilnya di depan apartemen Siska. Ia duduk sejenak, mencoba menenangkan pikirannya. Dengan napas panjang, ia mengumpulkan keberanian dan berjalan menuju pintu. Ketika Siska membuka pintu, wajahnya menunjukkan keterkejutan sesaat sebelum senyumnya muncul.
“Mas, aku tidak menyangka kamu akan datang malam ini,” katanya dengan nada genit.
Rangga tidak membalas senyuman itu. “Siska, kita perlu bicara,” katanya serius.
Siska melangkah mundur, membiarkan Rangga masuk. Ia duduk di sofa dengan santai, tetapi matanya penuh dengan kewaspadaan. “Apa yang ingin kamu bicarakan, Mas?” tanyanya sambil menyilangkan kaki.
Rangga tetap berdiri, menatap Siska dengan tatapan tegas. “Siska, aku tidak bisa terus seperti ini. Aku datang ke sini untuk mengatakan bahwa semuanya sudah selesai. Aku ingin memutuskan hubungan ini sepenuhnya.”
Wajah Siska berubah. Senyumannya menghilang, digantikan oleh ekspresi marah yang ia coba sembunyikan. “Selesai? Maksud kamu apa, Mas? Setelah semua yang kita lalui, kamu pikir kamu bisa pergi begitu saja?”